Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyusun Kerangka Strategi Pembelajaran

 

A. Developmentally Appropriate Practice (DAP)

Materi Developmentally Appropriate Practice (DAP) akan diuraikan menjadi beberapa bagian sebagai berikut.

  1. Pengertian 
    Developmentally Appropriate Practice (DAP) merujuk pada aplikasi pengetahuan tentang perkembangan anak usia dini dalam program pengembangan anak usia dini. Segala teori dan riset tentang bagaimana anak berkembang dan belajar sesuai tahap perkembangan digunakan dalam merekayasa lingkungan yang selaras dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Artinya DAP berdasarkan pengetahuan dan pengertian tentang anak, bukan berdasarkan harapan atau keinginan orang tua belaka. Developmentally Appropriate Practice (DAP) bukan merupakan kurikulum atau seperangkat standar kaku, melainkan seperangkat kerangka kerja, filosofi atau pendekatan dalam pengembangan anak. Developmentally Appropriate Practice (DAP) adalah proses pembelajaran yang asik dan menyenangkan
  2. Miskonsepsi (kesalahpahaman mengenai suatu  pengertian atau  pandangan) Developmentally Appropriate Practice (DAP).
    Berbagai penolakan terhadap Developmentally Appropriate Practice (DAP) disebabkan oleh kekeliruan mengartikan Developmentally Appropriate Practice (DAP). Beberapa kesalahpahaman bersumber dari kedangkalan pengetahuan mengenai perkembangan anak dan kecenderungan menyederhanakan perilaku anak yang kompleks. Menurut Gestwicki  (Ilfiandra, 2011) terdapat beberapa mengenai Developmentally Appropriate Practice (DAP).
  3. Ciri-ciri proses pembelajaran Developmentally Appropriate Practice (DAP). Program pembelajaran berorientasi Developmentally Appropriate Practice (DAP) menggunakan perspektif perkembangan anak,pengetahuan mengenai perkembangan anak. Bredekamp dan Rosegrant (Ilfiandra, 2011) mengemukakan bahwa Developmentally Appropriate Practice (DAP).

  4. Dampak Implementasi Bersifat Positif dan Negatif Developmentally Appropriate Practice (DAP). Pada perspektif developmental, pertumbuhan dan kematangan individu berlangsung secara evolusioner setiap saat. Proses perkembangan individu dapat diprediksi sesuai dengan kematangan kapasitas inheren dan stimulus eksternal yang diperoleh. Praktik pembelajaran.

  5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Pembelajaran Developmentally Appropriate Practice (DAP)

  6. Berdasarkan penjelasan tentang model pembelajaran Developmentally Appropriate Practice (DAP) maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Developmentally Appropriate Practice (DAP)  sangatlah penting dalam proses pembelajaran, karena guru hanya sebagai fasilitator dan tidak lagi sebagai tokoh paling utama dalam pembelajaran dalam kelas dan siswa tidak hanya sebagai penerima yang tidak aktif dalam pembelajaran, tetapi para siswa bertanggung jawab untuk atas pembelajaran mereka sendiri.

    Dalam kelompok kecil setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk keberhasilan pembelajarannya dan anggota kelompoknya, ketika pembelajaran pembelajaran membutuhkan identifikasi suatu masalah, tiap-tiap anggota akan berbagi tugas dan masing-masing akan menjadi sumber dari tugas tersebut

B. Materi Developmentally Appropriate Practice (DAP)

Silakan pelajari materi Developmentally Appropriate Practice (DAP) ini, dapat Anda unduh dan gunakan secara offline. Silahkan gunakan tombol navigasi yang ada di bahan pembelajaran untuk memudahkan Anda dalam mempelajari materi. 


C. Pengajaran dan Pembelajaran Secara Kebudayaan-Responsif (Culturally Responsive Pedagogy)

Materi Pengajaran dan Pembelajaran Secara Kebudayaan-Responsif (Culturally Responsive Pedagogy) diuraikan sebagai berikut.

  1. Pengertian Pendidikan Tanggap Budaya. Sebagai makhluk budaya, manusia tidak dapat dipisahkan dari konteks sosio-kultural yang melingkupinya. Meskipun selama beberapa dekade, pandangan positivistik berupaya mereduksi pilihan-pilihan manusia pada pertimbangan logis an-sich, namun realitas menunjukkan kebalikannya. Pilihan-pilihan yang dilakukan manusia pada substansinya merupakan aktualisasi dari pengaruh lingkungan dan perspektif yang melingkupinya. Keputusan mengenai kebermaknaan tindakan misalnya, merupakan hasil simbiosis antara dimensi personal dengan nilai nilai sosial yang berlaku. Salah satu gagasan inovatif dalam upaya menjembatani pendidikan dan konteks sosial budayanya tertuang dalam gagasan pendidikan tanggap budaya (culturally responsive/relevant pedagogy).
    Culturally Responsive Pedagogy (selanjutnya dipakai singkatan CRP) berpijak pada premise bahwa landasan budaya memainkan peran dalam membentuk gaya belajar dan pada gilirannya menuntut adanya pengajaran yang sejalan dengan lensa budaya tersebut (Villegas, 1991; Provenzo, Ed., 2009). Pendidikan atau lebih khusus lagi institusi pendidikan pada hakikatnya merupakan bagian pranata budaya. Lembaga pendidikan, sebagaimana diulas dalam Encyclopedia of the Social and Cultural Foundations of Education (Provenzo, Ed., 2009), merupakan pengejawantahan dari upaya sadar manusia dalam transmisi dan transformasi budaya. Sejalan dengan hal tersebut, konsep pendidikan tanggap budaya berupaya merevitalisasi berbagai artikulasi budaya, termasuk berbagai aspek kearifan lokal yang berkembang pada setiap komunitas, untuk mendukung terselenggaranya pendidikan yang lebih bermakna.
  2. Prinsip-prinsip Pendidikan Tanggap Budaya. Sejak diperkenalkan pada tahun 70-an, berbagai upaya untuk memetakan karakteristik dan prinsip prinsip umum pendidikan tanggap budaya telah dilakukan sejumlah pakar. Meskipun terdapat konsensus mengenai interdependensi antara budaya dan pendidikan sebagai fondasi konsep pendidikan ini, tetapi dalam artikulasi dan tahapan dan implementasi konsep ini muncul perbedaan. Dalam pandangan Gay (2002) terdapat lima elemen esensial dalam pendidikan tanggap budaya, yakni: “developing a knowledge base about cultural diversity, including ethnic and cultural diversity content in the curriculum, demonstrating caring and building learning communities, communicating with ethnically diverse students, and responding to ethnic diversity in the delivery of instruction.”
    Setidaknya terdapat lima panduan atau prinsip aplikasi pendidikan tanggap budaya, yaitu; (1) pentingnya budaya, (2) pengetahuan terbentuk sebagai bagian dari konstruksi sosial, (3) inklusivitas budaya, (4) prestasi akademis tidak terbatas pada dimensi intelektual an-sich, dan (5) keseimbangan dan keterpaduan antara kesatuan dan keragaman (Greer, et.al., 2009).
  3.  Urgensi Rekonseptualisasi Pendidikan Guru Tanggap Budaya.  Dihadapkan pada perubahan yang sangat cepat di satu sisi dan tuntutan guru sebagai agen budaya yang berfungsi sebagai pelanjut dan pengembang budaya pada sisi lainnya, pendidikan guru dituntut melakukan pembenahan yang berkelanjutan. Tekanan berlebihan pada satu sisi an-sich, akan menimbulkan ketimpangan ketimpangan dalam mempersiapkan guru yang dapat menjalankan tugas profesinya. Sehubungan dengan itu, Gopinathan (2006) dalam “Challenging the Paradigm: Notes on Developing an Indigenized Teacher Education Curriculum” mengajukan pertanyaan yang cukup menggelitik, apakah pendidikan guru yang selama ini diterapkan di berbagai negara di Asia sudah cukup responsif terhadap tantangan-tantangan baru dan relevan dengan konteks sosio-kultural yang melingkupinya? Diperlukan adanya para pemikir yang kritis terhadap praksis pendidikan guru yang selama ini begitu dominan mengadopsi teori-teori pendidikan guru yang diimpor dari negara maju, sehingga kurikulum pendidikan guru lebih akomodatif dan responsif dalam mengintegrasikan nilai-nilai kultural dalam pendidikan. Tidak dapat dipungkiri pandangan mainstream masih memberi ruang sangat terbatas bagi tumbuh kembangnya nilai pendidikan yang lebih variatif dan akomodatif terhadap keragaman budaya lokal (Semali dan Kinchelo, 2002; Nakaya, 2004; Trunbull dan Pacheco, 2005).

D. Materi Culturally Responsive Pedagogi

Silakan pelajari materi Developmentally Appropriate Practice (DAP) ini, dapat Anda unduh dan gunakan secara offline. Silahkan gunakan tombol navigasi yang ada di bahan pembelajaran untuk memudahkan Anda dalam mempelajari materi. 

E. Pengajaran Sesuai Level (Teaching at the Right Level (TaRL))

a.    Pendekatan TaRL

Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia dikelompokkan berdasarkan usia peserta didik. Padahal, jika kita ketahui lebih lagi pertambahan usia tak sejajar dengan perkembangan belajar. Setiap perkembangan peserta didik memiliki pendekatan yang berbeda. Teaching at the right level adalah proses intervensi yang harus dilakukan guru dengan memberikan masukan pembelajaran yang relevan dan spesifik untuk menjembatani perbedaan yang ditemukan. Peserta didik tidak terikat pada tingkatan kelas, namun di sesuaikan berdasarkan kemampuan peserta didik yang sama. Setiap fase, ataupun tingkatan tersebut mempunyai capaian pembelajaran yang harus dicapai. Proses pembelajaran peserta didik akan disusun mengacu pada capaian pembelajaran tersebut, namun disesuaikan dengan karakteristik, potensi, kebutuhan peserta didiknya

Teaching at the Right Level (TaRL) yang memungkinkan anak-anak memperoleh keterampilan dasar, seperti membaca dan berhitung dengan cepat. Tanpa memandang usia atau kelas, pengajaran dimulai pada tingkat anak. Inilah yang dimaksud dengan "Mengajar pada Tingkat yang Benar". Fokusnya adalah membantu anak-anak dengan dasar membaca, memahami, mengekspresikan diri, serta keterampilan berhitung sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Guna menerapkan pendekatan ini, tentunya seorang pendidik harus melakukan beberapa tahapan, sbb:.

  1. Pahami Peserta Didik. Pahami peserta didik, dengan apa yang mereka sukai, tipe gaya belajar apa yang membuat mereka nyaman, serta bagaimana karakteristik setiap peserta didik. Dan selalu ingat bahwa setiap peserta didik itu unik dan memiliki kemampuannya masing- masing.
  2. Rancang Perencanaan Pembelajaran. Rancang perencanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan hasil identifikasi peserta didik serta pengelompokkan peserta didik dalam tingkat yang sama.
  3. Mengikuti Ragam Pelatihan. Sebagai seorang pendidik, pentingnya untuk mengikuti berbagai ragam pelatihan guna memahami konsep pendekatan serta teknik yang sesuai agar TaRL dapat diimplementasikan dengan baik.

Cara menggunakan Capaian Pembelajaran dengan prinsip pembelajaran yang disesuaikan tingkat pencapaian siswa (kebutuhan, kecepatan, dan gaya belajar sesuai dengan fase perkembangan anak) :

  1. Ciptakan lingkungan yang penuh perhatian, saling peduli, terbuka, dan nyaman untuk belajar.
  2. Tumbuhkan hubungan yang positif dan konsisten dengan anak-anak lain dan orang dewasa (dalam jumlah yang terbatas).
  3. Ciptakan kebiasaan saling menghargai dalam ruang kelas sehingga anak juga belajar untuk menghormati dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada dan mampu menghargai kelebihan-kelebihan tiap orang.
  4. Berikan anak-anak kesempatan untuk bermain bersama, mengerjakan tugas dalam kelompok kecil, berbicara dengan teman-temannya atau orang dewasa. Melalui hal-hal tersebut anak belajar bahwa kelebihan dan minatnya berpengaruh terhadap kelompoknya.
  5. Lingkungan belajar harus mempunyai tempat untuk dapat bergerak dan beraktivitas dengan leluasa namun juga menyediakan tempat dimana mereka dapat beristirahat.
  6. Berikan anak keleluasan untuk belajar dengan berbagai cara tetapi sediakan juga kegiatan yang terjadawal dan rutin.
  7. Gunakan metode mengajar yang tepat.
  8. Ciptakan lingkungan yang tanggap akan kebutuhan anak dan merangsang kecerdasan.
  9. Gabungkan bermacam-macam pengalaman, material dan strategi mengajar dalam menyusun kurikulum dan sesuaikan dengan pengalaman-pengalaman yang dipunyai anak sebelumnya, tingkat kematangan, gaya belajar, kebutuhan, dan minatnya.
  10. Gabungkan bahasa dan budaya dari rumah anak dengan sekolah sehingga setiap anak dapat menyumbangkan keunikannya dan belajar untuk menghargai perbedaan yang ada.
  11. Berikan kesempatan anak untuk memilih dan membuat rencana untuk aktivitas belajar agar mereka belajar berinisiatif dan ajukan pertanyaan dan komentar yang merangsang anak berpikir.
  12. Berikan perhatian dan dukungan dalam berbagai bentuk seperti pujian dan kedekatan fisik (misal: membelai kepala anak, memeluk, dll).
  13. Sesuaikan derajat kesulitan dengan tingkat keterampilan dan pengetahuan anak agar anak menjadi percaya diri bila berhasil mengejakan tugas-tugasnya.
  14. Kembangkan kemampuan anak untuk bertanggung jawab dan mengatur diri.
  15. Susunlah kurikulum yang tepat dan buatlah evaluasi atas proses dan hasil belajar anak.

b.    TaRL Dalam Kurikulum Merdeka

Di dalam kelas tentu saja mungkin kerap kali menemui berbagai karakteristik siswa, tidak terkecuali karakteristik perkembangan akademiknya. Ada peserta didik yang cepat belajar dan ada juga yang sedikit lambat dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru. Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena level siswa tersebut belum tepat dengan level atau capaian belajar yang ditetapkan.

Teaching at the Right Level merupakan pen­de­kat­an pedagogis yang memperhatikan per­samaan level kemampuan ber­da­sar­­kan evaluasi. Siswa dikelom­pok­kan berdasarkan tingkat pem­belajaran dari usia dan kelas.

Selanjutnya guru harus secara kon­sisten mengukur kemam­puan mem­baca, menulis dan memahami. Jika dalam prosesnya siswa tidak menca­pai hasil yang diharapkan, maka guru ha­rus menyiapkan program remedial. Pen­dekatan TaRL terbukti dapat me­ningkatkan hasil belajar siswa.

Teaching at the right level (TaRL) merupakan pendekatan belajar yang tidak mengacu pada tingkat kelas, melainkan mengacu pada tingkat kemampuan siswa. Inilah yang menjadikan TaRL berbeda dari pendekatan biasanya. TaRL dapat menjadi jawaban dari persoalan kesenjangan pemahaman yang selama ini terjadi dalam kelas.

Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada guru dalam mengajar di sesuaikan dengan kemampuan peserta didiknya. Fakta ini, tentu saja menjadikan konsep pendekatan TaRL sebagai hal yang perlu di bahas lebih mendalam lagi.