Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Modul PPG - Persiapan dan Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan

 

PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN

 

A.     Pendahuluan

Melalui kegiatan mengkaji modul pelatihan tentang “Persiapan Dan Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia” ini, guru diharapkan memiliki kemampuan mengidentifikasi dan menganalisis materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, tugas pembelajaran, penilaian pembelajaran.

Tujuan pembelajaran sejarah adalah agar siswa memiliki pengetahuan mengenai proses dan perkembangan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia sejak masa lampau hingga kini. Fungsi pembelajaran sejarah agar siswa memiliki pemahaman tentang adanya keterkaitan antara perkembangan masyarakat pada masa lampau dengan masa kini, dan masa datang, menumbuhkan nasionalisme serta memperluas wawasan hubungan antarbangsa di dunia. Dengan modul ini dipaparkan tentang materi dasar pembelajaran sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan alat evaluasi dari materi yang diuraikan.

Bagi peserta pelatihan, mempelajari modul ini sungguh penting artinya, sebab selain diberikan materi dasarnya, para peserta pelatihan juga dapat mengikuti langkah-langkah                   atau     tahapan-tahapan                                 bagaimana                              melakukan       proses pembelajarannya. Untuk itu agar lebih efektif dalam mempelajari modul ini, diharapkan para peserta pelatihan selain mencermati materinya secara sungguh- sungguh, juga secara aktif mendiskusikannya dengan rekan peserta pelatihan lainnya. Sebelum mempelajari modul ini sebaiknya para peserta pelatihan telah mempelajari dan memahami materi dari modul sebelumnya yang menguraikan

tentang Pendudukan Jepang di Indonesia.

 

 

B.      Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Melalui belajar mandiri, peserta dapat menguasai dan memahami pemerintahan militer jepang di Indonesia, persiapan dan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia, perang dan diplomasi kemerdekaan.

 

C.     Pokok-Pokok Materi

Pokok materi pada kegiatan belajar 3 ini adalah sebagai berikut.


 

 

 

D.     Uraian Materi

1.      Persiapan Menuju Kemerdekaan

a.      Janji Kemerdekaan

Memasuki tahun 1944 kekuatan bala tentara Jepang dalam perang dengan Sekutu mulai tampak kemundurannya dan posisinya semakin terjepit. Dalam bulan Juli 1944, kepulauan Saipan yang letaknya sangat dekat dengan kepulauan Jepang jatuh ke tangan Amerika Serikat. Kenyataan ini sangat mengguncangkan masyarakat Jepang. Situasi angkatan perang Jepang ini semakin memburuk dalam bulan Agustus tahun 1944. Keadaan ini tampak pada moril masyarakat mulai merosot dan produksi peralatan perangnya yang semakin mundur, sehingga persediaan senjata dan amunisi berkurang, ditambah lagi dengan timbulnya soal-soal logistik karena hilangnya sejumlah besar kapal angkut dan kapal perang. Keadaan yang tidak menguntungkan ini menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo pada tanggal 17 Juli 1944. Sebagai gantinya kemudian diangkat Jenderal Kuniaki Koiso sebagai Perdana Menteri yang memimpin Kabinet Baru (Kabinet Koiso).

Salah satu langkah kebijakan yang diambil oleh Koiso dalam rangka tetap mempertahankan pengaruh Jepang di daerah-daerah yang didudukinya adalah mengeluarkan pernyataan tentang "janji kemerdekaan di kemudian hari". Dengan cara demikian pemerintah Jepang berharap bahwa rakyat di daerah pendudukan akan dengan senang hati mempertahankan negerinya itu jika kelak Sekutu datang. Indonesia sebagai daerah pendudukan kemudian diberi janji kemerdekaan di kelak kemudian hari pada tanggal 7 September 1944.


Pada tahun 1944 itu pula, dengan jatuhnya Pulau Saipan dan dipukul mundurnya tentara Jepang oleh angkatan perang Sekutu yang datang dari Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Kepulauan Marshal, maka seluruh garis pertahanan angkatan perang Jepang di Pasifik mulai runtuh. Ini berarti kekalahan Jepang dalam perang besar itu sudah diambang pintu. Di wilayah Indonesia angkatan perang Jepang juga sudah mulai kewalahan ketika menghadapi serangan-serangan Sekutu atas kota-kota seperti Ambon, Makasar, Manado, dan Surabaya. Bahkan tentara Serikat dengan cukup berhasil telah dapat menduduki daerah-daerah minyak seperti di Tarakan dan Balikpapan.

Menghadapi situasi yang sangat kritis tersebut, maka pemerintah pendudukan Jepang di Jawa di bawah pimpinan Letnan Jenderal Kumakici Harada mencoba merealisasikan janji kemerdekaan di kemudian hari dengan mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini bertugas untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan pelbagai hal yang menyangkut pembentukan negara Indonesia yang merdeka. Pengangkatan pengurus badan ini diumumkan pada tanggal 29 April 1945, dan yang diangkat sebagai Ketua (Kaico) adalah dr.

K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dengan Ketua Muda (Fuku Kaico) Icibangase.

Tanggal 28 Mei 1945 diselenggarakan upacara peresmian BPUPKI dengan mengambil tempat di Gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri). Ikut hadir dalam upacara peresmian tersebut adalah Jenderal Itagaki dan Letnan Jenderal Nagano. Segera setelah peresmiannya ini, BPUPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Dalam sidang yang pertama ini yang berlangsung dari tanggal 29 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, ternyata ada tiga pembicara yang mencoba memenuhi permintaan Ketua, yakni secara khusus membicarakan mengenai dasar negara. Ketiga pembicara tersebut adalah Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno. Dengan selesainya sidang pada tanggal 1 Juni 1945, maka berakhirlah masa persidangan yang pertama


dari BPUKI. Selanjutnya dibentuklah panitia kecil yang dipimpin oleh Ir. Sukarno dengan anggota lainnya yaitu Drs. Muhammad Hatta, Sutardjohadikusumo, Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Muhammad Yamin, dan A.A. Maramis. Kesemuanya berjumlah delapan orang dan mereka bertugas menampung saran-saran, usul- usul dan konsepsi-konsepsi para anggota yang oleh Ketua telah diminta untuk diserahkan melalui Sekretariat.

Sidang BPUPKI yang kedua dilakukan pada tanggal 10 hingga 17 Juli 1945. Dalam sidang tersebut Ir. Sukarno melaporkan bahwa Panitia Kecil pada tanggal 22 Juni telah mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI. Pertemuan inilah yang kemudian membentuk sebuah panitia kecil lain yang berjumlah 9 orang. Panitia ini yang kemudian dikenal dengan sebutan Panitia Sembilan terdiri dari Ir. Sukarno, Drs. Muhammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wachid Hasjim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso. Mereka menghasilkan suatu rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia Merdeka, yang akhirnya diterima dengan suara bulat dan ditandatangani. Oleh Mr. Muhammad Yamin hasil Panitia Sembilan itu kemudian diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.

Dalam sidang BPUPKI yang kedua juga dibahas tentang rancangan undang-undang dasar, termasuk pembukaan atau preambulnya oleh sebuah Panitia Perancang Undang Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno. Panitia Perancang Undang Undang Dasar ini kemudian membentuk "Panitia Kecil Perancang Undang Undang Dasar" yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Supomo. Setelah bekerja dengan keras, maka pada tanggal 14 Juli 1945 oleh Ketua Panitia Perancang Undang Undang Dasar dilaporkan tiga hasil, yakni:

(1) Pernyataan Indonesia Merdeka, (2) Pembukaan Undang Undang Dasar, dan (3) Undang Undang Dasarnya sendiri (batang tubuhnya).

Setelah tugas BPUPKI dipandang selesai, dibentuklah sebagai gantinya yaitu Dokuritsu Junbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi


pendirian negara dan pemerintahan Indonesia. Peresmian pembentukan badan ini dilaksanakan pada tanggal 7 Agustus 1945, sesuai dengan keputusan Jenderal Besar Terauchi, Panglima Tentara Umum Selatan yang membawahi semua tentara Jepang di Asia Tenggara. Para anggota PPKI ini diizinkan melakukan kegiatannya menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri, tetapi dengan syarat harus memperhatikan hal-hal: (1) menyelesaikan perang yang sekarang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, karena itu harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya dan bersama-sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan dalam perang Asia Timur Raya, (2) Negara Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya (Poesponegoro & Notosusanto, 1984: 77).

Pada tanggal 8 Agustus 1945, Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat dipanggil oleh Jenderal Terauchi ke Dalat (Kahin, 1980: 158). Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju ke markas besar Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Dalam pertemuan yang diselenggarakan di Dalat pada tanggal 12 Agustus 1945 itu, Jenderal Besar Terauchi menyampaikan kepada ketiga pemimpin tersebut bahwa Pemerintah Kemaharajaan Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Untuk melaksanakannya telah dibentuk PPKI. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda (Hatta, 1970: 18).

Anggota PPKI berjumlah 21 orang yang terdiri dari wakil-wakil dari berbagai daerah di Indonesia. Anggota-anggota PPKI tersebut adalah: Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, dr. Radjiman Wediodiningrat, Oto Iskandardinata, Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Surjohadimidjojo, Mr. Sutardjo Kartohadikusumo, R.P. Suroso, Prof. Dr. Mr. Supomo, Abdul Kadir, Purubojo, dr. Amir, Mr. Teuku Moh. Hasan, Mr. Abdul Abas, Dr. Ratu Langie, Andi Pangeran, Hamidhan, Mr. I Gusti Ketut Pudja, Mr. J. Latuharhary, dan Drs. Yap Tjwan Bing. Sebagai ketuanya adalah Ir. Sukarno, sedangkan wakil ketuanya adalah Drs. Mohammad Hatta. Anggota PPKI yang


berjumlah 21 ini kemudian oleh bangsa Indonesia sendiri tanpa seizin dari pemerintah pendudukan Jepang kemudian ditambah dengan enam orang lagi. Enam anggota tambahannya itu adalah: Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, dan Ahmad Subardjo.

 

b.      Kebijakan Jepang pada Akhir Pendudukan

Menjelang tahun 1945, posisi Jepang makin berada dalam situasi yang kacau. Kekalahan perang terus dialami oleh Jepang. Pada tahun 1944, telah ada beberapa pulau yang jatuh ke tangan Amerika hal ini menyebabkan kondisi Jepang makin kacau, di tambah dengan adanya kemerosotan mental masyarakat dan kekurangan bahan makanan, serta kehilangan beberapa armadanya. Keadaan yang demikian telah menimbulkan serangkaian dampak seperti kekacauan pemerintahan dalam negeri Jepang yang berdampak pada jatuhnya kabinet di Jepang. Pasca jatuhnya kabinet diangkat Jenderal Kunaika Koiso sebagai pengganti perdana menteri.

Upaya atau kebijakan yang dilakukan oleh Jepang pada menjelang akhir pendudukannya adalah dengan memberikan janji tentang kemerdekaan terhadap negara yang dijajah, termasuk di Indonesia. Dengan cara seperti ini diharapkan akan muncul kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintah pendudukan dan akan membantu pemerintah pendudukan. Berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia, pada bulan September 1944 pada sidang istimewa ke

85 Teikoku Ginkai (parlemen Jepang) di Tokyo, diumumkan tentang pendirian pemerintahan Kemaharajaan Jepang. Selain itu dinyatakan pula tentang bahwa daerah Indonesia diperkenankan untuk merdeka di kemudian hari.

Upaya Jepang untuk merealisasikan janjinya dilakukan dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai pada 1 Maret 1945. Badan ini bertujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting berkaitan dengan pembentukan negara Indonesia. badan ini terdiri atas seorang ketua (kaico), dua orang anggota muda (Fuku kaico), dan 60 orang anggota (Iin).


Dalam    BPUPKI terdapat 4 orang anggota Arab dan golongan peranakan Belanda. Selain itu terdapat pula 7 orang anggota Jepang yang duduk dalam pengurus istimewa tanpa hak suara. Pengangkatan pengurus ini diumukan pada tanggal 29 April 1945 dengan ketua dr. K.R.T Radjiman Wediodiningrat. Pada Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Kemudian           pada     9              Agustus      1945               Soekarno,                Hatta    dan    Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi

Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.

Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio pada tanggal 10 Agustus 1945, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.

Pada 15 Agustus Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda.

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.


Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Yamamoto dan bermalam di kediaman wakil Admiral Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.

Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumbuhan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.

Tentara PETA, kelompok muda radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi pertahanan di kediaman Soekarno. Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang pengumuman proklamasi kemerdekaan. Adam Malik juga mengirim pesan singkat pengumuman Proklamasi ke luar negeri.

 

c.       Kekalahan Jepang dan Kekosongan Kekuasaan

Tidak lama setelah serbuan bala tentara Jepang secara mendadak ke pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour pada tanggal 8 Desember 1941, Amerika Serikat yang seakan-akan lumpuh itu segera bangkit. Dalam kenyataannya Jepang tidak dapat melumpuhkan Amerika Serikat secara total, bahkan Amerika bangkit dan menjadi musuh yang paling berat bagi Jepang. Melihat fenomena ini banyak pihak menjadi bertanya-tanya apakah serangan Jepang terhadap Pearl Harbour itu bukan langkah yang keliru (Lihat Onghokham, 1989: 163). Lebih-lebih setelah lima bulan Perang Asia Timur Raya berkorbar, Amerika Serikat telah dapat memukul balik Jepang. Dalam perang laut Karang (4 Mei 1942) dan disusul dengan perang di Guadacanal (6 Nopember 1942), Jepang secara berturut-turut menderita kekalahan. Kekalahan yang paling besar dialami Jepang dalam pertempuran laut di dekat Kepulauan Bismarck (1 Maret 1943). Di sinilah Laksamana Yamamoto, pelaksana dan otak serangan atas Pearl Habour, gugur. Kekalahan ini setidak- tidaknya telah mengguncangkan moral bala tentara Jepang di Asia Tenggara.



Untuk mempercepat peperangan ini, maka pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom atom yang pertama di atas kota Hirosyima. Tiga hari kemudian, bom atom kedua dijatuhkan lagi di atas Nagasaki. Akibat bom atom itu bukan saja membawa kerugian material, karena hancurnya kedua kota tersebut dan banyaknya penduduk yang menemui ajalnya, tetapi secara politis telah mempersulit kedudukan Kaisar Hirohito, karena harus dapat menghentikan peperangan secepatnya guna menghindari adanya korban yang lebih banyak lagi. Hal ini berarti bahwa Jepang harus secepatnya menyerah kepada Sekutu atau Serikat. Akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Menurut rencana, dengan mengambil tempat di atas geladak kapal perang Amerika Serikat "Missouri" yang berlabuh di teluk Tokyo akan ditandatangani kapitulasi penyerahan Jepang antara Jenderal Douglas Mc Arthur dengan Hirohito pada tanggal 2 September 1945.

Gambar 1 Perang Pasifik dan Hubungannya dengan Kemerdekaan Indonesia

 

Sebagai tindak lanjut dari penyerahan itu, Sekutu mulai mengadakan perlucutan senjata, memulangkan tentara Jepang dan mengadili penjahat perang. Tugas itu di Indonesia dilaksanakan oleh tentara Inggris. Mengapa tentara Inggris dan bukan tentara Amerika Serikat? Hal ini memang dimungkinkan karena pada akhir tahun 1943 ditetapkan bahwa Pulau Sumatera masuk dalam South East Asia Command (SEAC), di bawah Admiral Inggris, Lord Louis Mountbatten yang pada waktu itu bermarkas di India, sedangkan kepulauan lain masuk dalam South West Fasific Command di


bawah pimpinan Jenderal Amerika Serikat Douglas Mc Arthur, yang berkedudukan di Australia.

Sementara itu pemerintah Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang bermarkas di Australia telah merencanakan untuk mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia dengan cara mengekor pasukan Amerika Serikat yang akan menduduki bekas Hindia Belanda. Namun sebelum rencana ini dapat dilaksanakan sepenuhnya, terjadilah perubahan strategi dari pucuk pimpinan Sekutu.

Terjadinya perubahan strategi tersebut, membawa akibat besar dalam situasi di Indonesia. Dalam Konferensi Postdam antara Truman (Presiden Amerika Serikat), Stalin (Perdana Menteri Uni Soviet) dan Attlee (Perdana Menteri Inggris) yang dilakukan pada tanggal 24 Juli 1945 ditetapkan bahwa mereka akan mengembalikan perdamaian selekas mungkin. Dalam konferensi tersebut juga diberitahukan kepada Lord Louis Mountbatten sebagai Panglima South East Asia Comand (SEAC) bahwa kepadanya diserahkan pendudukan Indo China, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, di samping Sumatera yang telah ditentukan sebelumnya. Tugas itu harus dilaksanakan, tanpa menunggu jatuhnya Singapura.

Perubahan strategi tersebut sebenarnya karena dalam kenyataannya Mac Arthur merasa khawatir kalau dalam perlombaannya dengan Uni Soviet untuk menyerbu Jepang, Amerika Serikat akan ketinggalan karena sebagian tentaranya harus menduduki bekas wilayah Hindia Belanda. Tidak mau kedahuluan, maka Amerika Serikat mengubah rencana. Bagian yang seharusnya menjadi tugas South West Fasific Command di bawah pimpinan Jenderal Amerika Serikat Douglas Mac Arthur, yang berkedudukan di Australia, kemudian dilimpahkan kepada South East Asia Command di bawah komando Louis Mountbatten.

Perubahan strategi dalam Konferensi Postdam ini, menyebabkan kacaunya kedudukan Belanda (NICA). Belanda yang selama ini telah menyiapkan diri di belakang Amerika Serikat, harus secepatnya mengalihkan kedudukannya di belakang Inggris yang berpangkalan di India. Inggris sendiri harus mengamankan daerah yang lebih luas dengan jumlah penduduk yang


jauh lebih besar pula. Keadaan ini menyebabkan kacaunya strategi Inggris untuk menduduki Indonesia, oleh sebab itu tidak mengherankan kalau mereka akhirnya terlambat datang ke Indonesia. Pada kenyataannya tentara Inggris baru dapat masuk ke Indonesia secara resmi pada tanggal 29 September 1945 setelah dibentuknya Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang sebelumnya telah mengadakan penjajakan-penjajakan. Kenyataan ini menimbulkan kekosongan kekuasaan (vacum of power) di Indonesia. Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan oleh para pemimpin bangsa Indonesia untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

 

2.      Perbedaan Pendapat antar Kelompok

Sejak berdirinya organisasi pergerakan nasional pertama, yakni Boedi Oetomo hingga masa pendudukan Jepang, kaum pergerakan terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok tua dan kelompok muda. Pembagian dikotomis itu ternyata tidak hanya sekedar pembagian askriptif berdasarkan kriteria umur belaka tetapi juga memiliki makna yang lebih dalam, yakni perbedaan psikologis, sosiologis, dan politis. Secara psikologis golongan tua lebih bersikap hati-hati, dan penuh dengan perhitungan dalam bertindak, sehingga di mata anak muda dianggap kurang cepat bertindak. Sementara itu golongan muda sebaliknya sering bertindak hantam kromo, kurang berpikir namun cepat bertindak, dan sebagainya yang menurut pandangan orang tua disebutnya sebagai ceroboh. Secara sosiologis mereka juga terbagi ke dalam "dunianya orang tua" dan "dunianya anak muda atau pemuda". Dunia orang tua, oleh karena umumnya telah bekerja telah memiliki anak istri atau keluarga, dan secara umum hidupnya telah mapan, mereka terlibat dalam struktur, dan ruang geraknya sangat ditentukan oleh keinginan struktural. Sementara itu anak muda umumnya belum memiliki pekerjaan yang tetap, belum berkeluarga, sehingga hidupnya menjadi lebih bebas dan tindakannya tidak selalu diatur oleh tatanan-tatanan dalam struktur sosial yang mengikatnya. Mereka umumnya cenderung lebih bebas berbuat ketimbang kelompok tua. Sementara itu secara politis kelompok tua umumnya bersifat moderat, sedangkan kelompok muda cenderung bersifat revolusioner.


Terpisahnya dua kelompok itu dapat memiliki makna positif maupun negatif dalam perkembangan masyarakat. Makna negatif akan muncul apabila salah satu atau kedua kelompok ini saling memaksakan kemauannya. Keterpisahan mereka akan bermakna positif apabila mereka saling menyadari dunianya masing-masing dan berusaha mengakomodasikan kehendaknya demi kemajuan masyarakat dan integrasi bangsanya.

Dalam peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia dikotomi antara kedua kelompok ini ternyata muncul dan merebak ke permukaan hingga sempat terjadi ketegangan di antara mereka. Ketegangan itu muncul sebagai akibat perbedaan pandangan tentang saat diumumkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ketegangan tersebut bermula dari berita tentang menyerahnya Jepang pada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945.

Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat (unconditional surrender). Hal ini diumumkan oleh Tenno Heika melalui radio. Kejadian itu jelas mengakibatkan pemerintah Jepang tidak dapat meneruskan janji atau usahanya mengenai kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu soal terus atau tidaknya usaha mengenai kemerdekaan Indonesia tergantung sepenuhnya kepada para pemimpin bangsa Indonesia.

Sementara itu Sutan Sjahrir sebagai seorang yang mewakili dan selalu berhubungan dengan pemuda merasa gelisah karena telah mendengar melalui radio bahwa Jepang telah kalah dan memutuskan untuk menyerah pada Sekutu. Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dilaksanakan oleh Sukarno-Hatta tanpa harus menunggu janji Jepang. Itulah sebabnya ketika mendengar kepulangan Bung Karno, Bung Hatta dan Dr. Radjiman Wedyodiningrat dari Dalat (Saigon), maka ia segera datang ke rumah Bung Hatta. Adapun maksud kedatangannya adalah meminta kepada Bung Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tanpa harus menunggu dari pemerintahan Jepang karena Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Namun Bung Hatta tidak dapat memenuhi permintaan Sutan Sjahrir dan untuk tidak mengecewakan, maka diajaknya ke rumah Bung Karno. Oleh Bung Hatta dijelaskan maksud kedatangan Sutan Sjahrir, namun Bung Karno belum dapat menerima maksud Sutan Sjahrir dengan alasan bahwa Bung Karno hanya


bersedia melaksanakan proklamasi, jika telah diadakan pertemuan dengan anggota-anggota PPKI yang lain. Dengan demikian tidak menyimpang dari rencana sebelumnya yang telah disetujui oleh pemerintah Jepang. Selain itu Sukarno akan mencoba dulu untuk mencek kebenaran berita kekalahan Jepang tersebut sebelum mengadakan tindakan yang menentukan demi masa depan bangsanya.

Sikap Bung Karno dan Bung Hatta tersebut memang cukup beralasan karena jika proklamasi dilaksanakan di luar PPKI, maka Negara Indonesia Merdeka ini harus dipertahankan terhadap Sekutu (NICA) yang akan mendarat di Indonesia dan sekaligus tentara Jepang yang ingin mempertahankan jajahannya atas Indonesia, untuk menjaga status quo sebelum kedatangan Sekutu. Jadi dengan demikian Negara Indonesia Merdeka harus dipertahankan terhadap dua lawan sekaligus. Hal itu akan berlainan, jika proklamasi dilaksanakan di dalam konteks PPKI, karena Jepang tidak akan memusuhinya.

Sutan Sjahrir kemudian pergi ke Menteng Raya (markas para pemuda) dan di sana ia bertemu dengan para pemuda seperti: Sukarni, BM Diah, Sayuti Melik dan lain-lain. Kemudian dilaporkan apa yang baru terjadi di kediaman Bung Hatta dan Bung Karno. Mendengar berita itu kelompok muda menghendaki agar Sukarno, Hatta (golongan tua) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Menurut golongan muda, tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Pendudukan Jepang. Bangsa Indonesia harus segera mengambil inisiatifnya sendiri untuk menentukan strategi mencapai kemerdekaan.

Golongan muda ini kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945, pukul 20.30 waktu Jawa jaman Jepang (pukul 20.00 WIB). Yang hadir antara lain Chaerul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Rapat itu dipimpin oleh Chaerul Saleh dengan menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan pemuda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan kepada orang dan kerajaan lain. Segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan harus diputus dan sebaliknya perlu mengadakan rundingan


dengan Ir. Sukarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi (Poesponegoro & Notosusanto, 1984: 80).

Setelah rapat dan mengadakan musyawarah, maka diambil keputusan untuk mendesak Bung Karno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya sehingga lepas dari Jepang. Yang mendapat kepercayaan dari teman-temanya untuk menemui Bung Karno adalah Wikana dan Darwis.

Oleh Wikana dan Darwis, hasil keputusan itu disampaikan kepada Bung Karno jam 22.30 waktu Jawa jaman Jepang (22.00 WIB) di kediamannya, Jalan Pegangsaan Timur, No 56 Jakarta. Namun sampai saat itu Bung Karno belum bersedia melepaskan keterikatannya dengan Jepang, yang berarti belum bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa PPKI. Di sini terjadi perdebatan sengit antara Bung Karno dengan Wikana dan Darwis. Dalam perdebatan itu Wikana menuntut agar proklamasi dikumandangkan oleh Sukarno pada keesokan harinya. Tuntutan itu diikuti dengan ancaman bahwa jika tidak segera diproklamasikan kemerdekaan akan terjadi pertumpahan darah. Mendengar tekanan ini Sukarno menjadi marah dan melontarkan kata-kata yang kurang lebih sebagai berikut: "Ini leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepaskan tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI" (Adam Malik, 1962: 35). Jawaban Bung Karno itu di luar dugaan dan sangat mengejutkan. Selain itu Bung Karno juga mempersilahkan golongan muda untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa dirinya (golongan tua). Meskipun demikian para pemuda tidak berani memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa Bung Karno dan Bung Hatta karena khawatir apa yang dilakukan tidak mendapat dukungan dari rakyat.

Peristiwa ini menunjukkan adanya ketegangan antara kelompok tua dengan kelompok muda yang memiliki sifat, karakter, cara bergerak, dan dunianya sendiri-sendiri. Perbedaan pendapat itu tidak hanya berhenti pada adu argumentasi, tetapi juga sudah mengarah pada tindakan pemaksaan dari golongan muda terhadap golongan tua. Tentu saja semua itu demi kemerdekaan Indonesia. Melihat sikap Sukarno itu, maka para pemuda berdasarkan rapatnya yang terakhir pada pukul 00.30 waktu Jawa jaman Jepang (pukul 24.00 WIB) tanggal 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi , Cikini No 47, Jakarta, akan menculik Sukarno


dan Hatta untuk di bawa ke luar kota. Keputusan tersebut diambil dalam rangka untuk mengamankan Bung Karno dan Bung Hatta agar tidak terpengaruh dari segala siasat Jepang. Di sinilah tampak sekali bahwa kebersamaan/persatuan sangat diperlukan dan hal ini sudah diperlihatkan oleh para pemuda yang tidak bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan pertimbangan bahwa apa yang dilaksanakan tanpa kebersamaan tidak akan mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, yang berarti akan mendatangkan perpecahan.

Dalam rangka menjauhkan atau "mengamankan" Ir Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dari segala pengaruh Jepang, maka penculikan Sukarno Hatta itu akhirnya dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 waktu Jawa jaman Jepang atau jam 06.00 waktu Jepang atau pukul 04.00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB). Kedua tokoh ini kemudian diamankan dengan dibawa ke Rengasdengklok, sebuah kota Kawedanan di sebelah Jakarta Timur. Para pemuda yang membawa kedua tokoh tersebut terdiri dari Sukarni, Winoto Danu Asmoro, Abdurrahman dan Yusuf Kunto. Sesampainya di Rengasdengklok, maka untuk menjaga keselamatan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta diserahkan kepada Cudanco Subeno.

Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Sukarno-Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota Peta Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil, yakni masuk 15 km ke arah dalam dari Kedung Gede, Karawang pada jalan raya Jakarta-Cirebon. Dengan demikian akan dapat dilakukan deteksi dengan mudah terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta, maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah (Marwati, 1984).

Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain untuk mengamankan mereka dari pengaruh Jepang, juga agar keduanya mau segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala kaitan dengan Jepang. Pada dasarnya Sukarno dan Mohammad Hatta tidak mau ditekan oleh anak-anak muda itu, sehingga mereka tidak mau memproklamasikan kemerdekaan dengan pertimbangan karena adanya tekanan tersebut. Dalam suatu pembicaraannya dengan Shodanco Singgih, Sukarno memang menyatakan kesediaannya untuk


mengadakan proklamasi segera setalah kembali ke Jakarta. Berdasarkan pemikiran Sukarno itu, Singgih pada tengah hari itu juga kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi kepada kawan-kawan pemuda lainnya.

Sementara itu di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan tua, yakni Ahkmad Subardjo dengan Wikana dari golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta, yang mana Laksamana Tadashi Maeda bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu Jusuf Kunto dari pihak pemuda dan Subardjo yang diikuti sekretaris pribadinya, mbah Diro menuju ke Rengasdengklok untuk menjemput Sukarno. Rombongan tiba pada pukul 17.30 WIB. Akhmad Subardjo memberi jaminan dengan taruhan nyawa kepada para pemuda bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Akhirnya Cudanco Subeno bersedia melepaskan Sukarno dan Hatta kembali ke Jakarta.

 

3.      Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Mendengar terjadinya perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda sampai terjadinya peristiwa penculikan oleh golongan muda, Mr. Achmad Subardjo ikut prihatin. Sebagai orang Indonesia ia merasa terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan secepat mungkin. Namun sebelumnya perlu mempertemukan perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan pemuda. Untuk itu maka Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta harus kembali lebih dahulu dari Rengasdengklok ke Jakarta.

Setelah mendapat persetujuan dari para pemuda, maka rombongan yang terdiri dari Mr. Achmad Soebardjo, Sudiro (Mbah Diro) dan Yusuf Kunto segera berangkat menuju ke Rengasdengklok, tempat di mana Soekarno dan Mohammad Hatta diamankan oleh pemuda. Rombongan tiba di Rengasdengklok pada jam

19.30 (waktu Tokyo) atau 18.00 (waktu Jawa Jepang) atau 17.30 WIB dan bermaksud untuk menjemput dan segera membawa Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta pulang ke Jakarta. Perlu ditambahkan bahwa di samping Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta ikut serta adalah Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra. Pada jam 01.00 (waktu Tokyo) atau 23.30 (waktu Jawa Jepang) atau 23.00


WIB rombongan yang membawa Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta itu tiba di Jakarta. Sementara itu Drs. Mohammad Hatta singgah sebentar ke rumahnya di Jl. Diponegoro 57, dan selanjutnya rombongan menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No. 1.

Di tempat itulah pemuda-pemuda Indonesia dan golongan tua berkumpul menyusun teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Teks proklamasi itu dirumuskan oleh tiga orang pimpinan golongan tua yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Achmad Subardjo yang disaksikan oleh tiga orang pemuda yaitu Sukarni, B.M. Diah, dan Sudiro serta beberapa orang Jepang. Penulis klad naskah proklamasi itu ialah Ir. Soekarno, sedangkan Drs. Moh. Hatta dan Mr. Achmad Subardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Setelah naskah proklamasi itu selesai ditulis dalam klad, maka kemudian Ir. Soekarno membacakannya di hadapan mereka yang hadir pada rapat di rumah Laksamana Maeda itu.

Sekarang timbullah masalah siapakah yang menandatangani naskah proklamasi itu. Ir. Soekarno menyarankan agar semua yang hadir menandatangani naskah proklamasi itu selaku "Wakil-wakil Bangsa Indonesia". Saran itu mendapat tantangan dari para pemuda. Kemudian Sukarni selaku salah seorang pimpinan pemuda mengusulkan, agar Soekarno-Hatta menandatanganinya atas nama bangsa Indonesia. Usul itu diterima dengan suara bulat.

Selanjutnya Ir. Soekarno minta kepada Sayuti Melik untuk mengetik klad itu, dengan beberapa perubahan yang telah disetujui. Ada tiga perubahan, yakni kata "tempoh" diganti menjadi "tempo", sedangkan bagian akhir "Wakil-wakil bangsa Indonesia" diganti dengan "Atas nama bangsa Indonesia". Cara menulis tanggal diubah sedikit menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05". Naskah yang sudah selesai diketik itu kemudian ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta di rumah itu juga. Bunyi naskah itu sebagaimana disalin oleh Nugroho Notosusanto, 1985) selengkapnya adalah sebagai berikut:

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

 

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05


Atas nama bangsa Indonesia,

Soekarno/Hatta (tanda tangan Soekarno)

(tanda tangan Hatta)

 


Gambar 2 Naskah Klad Proklamasi


Gambar 3 Teks Naskah Proklamasi yang Otentik

 

Menurut rencana pembacaan teks proklamasi akan dilaksanakan di lapangan Ikada, namun karena sesuatu hal rencana itu tidak dapat dilaksanakan dan akhirnya pada jam 12.00 (waktu Tokyo) atau 10.30 (waktu Jawa Jepang) atau jam

10.00 WIB teks tersebut di atas dibacakan oleh Ir. Soekarno di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Adapun jalannya upacara adalah sebagai berikut:


a.       Ir. Soekarno tampil ke muka mikrofon satu-satunya untuk membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebelum teks proklamasi kemerdekaan dibacakan didahului dengan pidato pendahuluan yang singkat oleh Soekarno. Isi pidato Soekarno pada hari Proklamasi ini lengkapnya adalah sebagai berikut:

“Saudara-saudara sekalian!

Saya sudah minta saudara-saudara hadir di sini untuk menyaksikan satu peristiwa maha penting dalam sejarah kita.

 

Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun! Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita.

 

Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-henti. Di dalam jaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, kita tetap menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya kepada kekuatan sendiri.

 

Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya.

 

Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarat dengan pemuka- pemuka rakyat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara! Dengan ini kami nyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:

 

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia,

Soekarno/Hatta

 

Demikianlah, saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka!

Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah-air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia, merdeka kekal dan abadi.

Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!”

(Dikutip dari Osman Raliby. 1953. Documenta Historica I. h. 13).

 

b.      Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih yang dilakukan oleh S. Suhud dan Cudanco Latief Hendraningrat. Bendera kemudian


dinaikkan secara perlahan-lahan dengan diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh para hadirin secara spontan (Poesponegoro & Notosusanto, 1984: 92).

 

Peristiwa besar tersebut hanya berlangsung lebih kurang satu jam lamanya. Namun demikian pengaruhnya besar sekali, sebab peristiwa tersebut telah membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan bangsa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu bukan hanya sebagai tanda bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah merdeka, tetapi di sisi lain juga merupakan detik penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik pembangunan bagi tertib hukum nasional, suatu tertib hukum Indonesia.

Sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang berabad-abad lamanya dan dengan didorong oleh Amanat Penderitaan Rakyat telah mencapai titik kulminasinya pada detik Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan itu merupakan salah satu sarana untuk merealisasikan masyarakat Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, serta untuk ikut membentuk "dunia baru" yang damai dan abadi, bebas dari segala pengisapan manusia oleh manusia dan bangsa oleh bangsa lain.

Gambar 4 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka


Untuk mewujudkan tujuan proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut, maka secepatnya yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera bersidang untuk mengesahkan: (a). Pembukaan UUD 1945, dan (b). UUD 1945, serta (c). Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sidang dilanjutkan pada hari berikutnya, yaitu tanggal 19 Agustus 1945. Dari sidang hari kedua ini telah menghasilkan beberapa keputusan penting tentang: (a) pembagian wilayah Republik Indonesia yang terbagi atas 8 (delapan) provinsi beserta para calon gubernurnya, (b) adanya Komite Nasional (Daerah). Selain itu rapat juga memutuskan adanya 12 (dua belas) departemen dan satu menteri negara.

Gambar 5 Timeline Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

 

4.      Makna Proklamasi

Menurut kalimat-kalimat yang terdapat di dalamnya Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berisi suatu pernyataan kemerdekaan yang memberi tahu kepada bangsa Indonesia sendiri dan kepada dunia luar, bahwa pada saat itu bangsa Indonesia telah merdeka, lepas dari penjajahan. Kepada bangsa lain kita beritahukan bahwa kemerdekaan kita tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh


dihalang-halangi. Bangsa Indonesia benar-benar telah siap untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah di proklamasikannya itu, demikian juga siap untuk mempertahankan negara yang baru didirikan tersebut. Hal itu ditunjukkan oleh kalimat pertama pada naskah proklamasi yang berbunyi: "Kami bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia". Kalimat tersebut merupakan pernyataan, sedangkan kalimat kedua merupakan amanat; seperti yang dinyatakan dalam kalimat berikut yaitu bahwa: "Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya".

Kalimat dalam naskah proklamasi tersebut sangat singkat, hanya terdiri atas dua kalimat atau alinea, namun amat jelas, mengingat pembuatannya dilakukan dalam suasana eksplosif dan harus segera selesai secara cepat pula. Hal ini justru menunjukkan kelebihan dan ketajaman pemikiran dari para pembuatnya pada waktu itu.

Dalam kalimat kedua itu dikandung maksud agar pemindahan atau perebutan kekuasaan pemerintahan, kekuasaan atas lembaga-lembaga negara, kekuasaan di bidang senjata dan lain-lain hendaknya kita lakukan dengan hati- hati, penuh perhitungan untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah secara besar-besaran. Namun tugas itu semua hendaknya dilakukan secepatnya sebelum tentara Sekutu mendarat di Indonesia, untuk menerima penyerahan Indonesia dari tangan Jepang. Dan secara nyata, sebelum tentara Sekutu yaitu AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) tiba bangsa Indonesia sudah selesai menjalankan amanat proklamasi tersebut, sehingga kedatangan Sekutu tanggal 29 September 1945 telah menyaksikan berdirinya suatu negara Republik Indonesia yang merdeka. Hal itulah yang mendorong Panglima Pasukan Sekutu untuk Indonesia (AFNEI), Letnan Jendral Sir Philip Christison memberikan pernyataan pada tanggal 1 Oktober 1945, yang dapat dipandang sebagai pengakuan secara de facto terhadap pemerintahan Republik Indonesia.

Makna atau arti penting dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 juga dapat dipandang dari berbagai segi. Apabila ditelaah, maka Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu mengandung beberapa aspek: (1) dari sudut Ilmu Hukum, maka proklamasi atau pernyataan yang berisikan keputusan bangsa


Indonesia telah menghapuskan tata hukum kolonial untuk pada saat itu juga digantikan dengan tata hukum nasional (Indonesia). (2) dari sudut politik- ideologis, maka proklamasi atau pernyataan yang berisikan keputusan bangsa Indonesia telah berhasil melepaskan diri dari segala belenggu penjajahan dan sekaligus membangun perumahan baru, yaitu perumahan Negara Proklamasi Republik Indonesia yang bebas, merdeka dan berdaulat penuh.

Mr. Muhammad Yamin (1959) dalam bukunya Naskah Persiapan Undang- Undang Dasar 1945, antara lain mengatakan Proklamasi Kemerdekaan ialah suatu alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan yang meliputi bangsa, tanah air, pemerintahan dan kebahagiaan rakyat. Proklamasi menjadi dasar untuk meruntuhkan segala hal yang mendukung kolonialisme, imperialisme dan selain itu proklamasi adalah dasar untuk membangun segala hal yang berhubungan langsung dengan kemerdekaan nasional. Peraturan negara sejak 17 Agustus 1945 bersumber kepada kemerdekaan. Kemerdekaan itu sendiri dipancarkan oleh proklamasi. Jadi proklamasi kemerdekaan adalah sumber daripada segala peraturan hukum nasional yakni UUD 1945. Proklamasi kemerdekaan menjadi dasar peraturan negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 juga dapat dipandang sebagai puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Perjuangan rakyat tersebut telah mengorbankan harta benda, darah dan jiwa yang berlangsung sudah sejak berabad-abad lamanya untuk membangun persatuan dan kesatuan dan merebut kemerdekaan bangsa dari tangan penjajah. Proklamasi 17 Agustus 1945 juga merupakan mercusuar yang menerangi dan menunjukkan jalannya sejarah, pemberi inspirasi dan motivasi dalam perjuangan rakyat dan bangsa Indonesia di semua lapangan di setiap keadaan.

Pada akhirnya, Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bertujuan untuk kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia. Agar kita bahagia, antara lain harus ada kesamaan di antara kita semua meliputi berbagai bidang misalnya bidang ideologi, bidang politik, bidang ekonomi, bidang hukum, bidang sastra kebudayaan, pendidikan, dan lain-lain.


Dengan berhasil diproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka bangsa dan negara Indonesia telah lahir sebagai bangsa dan negara yang merdeka, baik secara de facto maupun secara de jure. Dalam peristiwa ini memang kadang- kadang terjadi permasalahan. Sejak kapan negara Indonesia berdiri, tanggal 17 ataukah 18 Agustus 1945, mengingat pengesahan UUD 1945 dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1945. Dalam hal ini kita bukan menganut teori hukum murni, melainkan teori keputusan yakni pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai bukti dapat dikutip kembali pidato Bung Karno dalam pidato proklamasinya antara lain menyatakan bahwa: "Kita sekarang telah merdeka. Tidak satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia merdeka, kekal dan abadi Insya' Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu. Adapun yang bertugas membentuk negara Indonesia adalah PPKI. Hal itu terbukti dari pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi: "PPKI mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia".


E.     
Text Box: Jelaskan titik temu dari perselisihan pendapat golongan tua dan golongan muda pada momen sebelum Proklamasi Kemerdekaan? Jelaskan aspek-aspek nasionalisme, patriotisme, dan heroisme dalam peristiwa seputar Proklamasi Kemerdekaan?

Diskusi

 

F.      Rangkuman

Selamat, Anda telah berhasil menyelesaikan modul tentang Proklamasi Kemerdekaan dan Maknanya Bagi Bangsa Indonesia. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam modul ini adalah sebagai berikut.

1.      Memasuki tahun 1944 kekuatan bala tentara Jepang dalam perang dengan Sekutu mulai tampak kemundurannya dan posisinya semakin terjepit. Menghadapi situasi yang sangat kritis tersebut, maka pemerintah pendudukan Jepang di Jawa di bawah pimpinan Letnan Jenderal Kumakici Harada mencoba merealisasikan janji kemerdekaan di kemudian hari dengan mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

2.      Sejak berdirinya organisasi pergerakan nasional pertama, yakni Boedi Oetomo hingga masa pendudukan Jepang, kaum pergerakan terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok tua dan kelompok muda. Dalam rangka menjauhkan atau "mengamankan" Ir Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dari segala pengaruh Jepang, maka penculikan Sukarno Hatta itu akhirnya dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 1945 oleh kelompok muda. Peristiwa ini sering disebut Peristiwa Rengasdengklok.

3.      Setelah mendapat persetujuan dari para pemuda, maka rombongan yang terdiri dari Mr. Achmad Soebardjo, Sudiro (Mbah Diro) dan Yusuf Kunto segera berangkat menuju ke Rengasdengklok, tempat di mana Soekarno dan Mohammad Hatta diamankan oleh pemuda. Rombongan menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No. 1. Di tempat itulah pemuda-pemuda Indonesia dan golongan tua berkumpul menyusun teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Keesokan harinya, pada 17 Agustus 1945 pagi, proklamasi kemerdekaan dikumandangkan.


4.      Makna atau arti penting dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 juga dapat dipandang dari berbagai segi. Apabila ditelaah, maka Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu mengandung makna: (1) dari sudut Ilmu Hukum, maka proklamasi atau pernyataan yang berisikan keputusan bangsa Indonesia telah menghapuskan tata hukum kolonial untuk pada saat itu juga digantikan dengan tata hukum nasional (Indonesia). (2) dari sudut politik-ideologis, maka proklamasi atau pernyataan yang berisikan keputusan bangsa Indonesia telah berhasil melepaskan diri dari segala belenggu penjajahan dan sekaligus membangun perumahan baru, yaitu perumahan Negara Proklamasi Republik Indonesia yang bebas, merdeka dan berdaulat penuh.


G.     Tes Formatif

1.      Keputusan penting yang diambil oleh golongan pemuda dalam rapat mereka pada tanggal 15 Agustus 1945 adalah….

A.    Kemerdekaan harus dibicarakan dengan golongan tua

B.    golongan muda siap untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan

C.    Kemerdekaan Indonesia harus dibicarakan dengan pihak jepang

D.    Kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia sendiri

E.    Mendesak kepada Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan

 

2.        Berikut yang menjadi perdebatan antara golongan tua dan golongan muda tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah....

A.    Tempat proklamasi kemerdekaan dilaksanakan

B.    Cara proklamasi kemerdekaan dilaksanakan

C.    Waktu pelaksanaan proklamasi dilaksanakan

D.    Semua pernyataan di atas salah

E.    Tokoh yang membacakan teks proklamasi

 

3.      Pertimbangan Soekarno untuk mengadakan sidang bersama PPKI sebelum proklamasi kemerdekaan adalah ....

A.    Indonesia belum mempunyai kekuatan

B.    Persenjataan masih kurang

C.    Sudah mendapat perintah dari Jepang

D.    Agar tidak terjadi pertumpahan darah dengan bela tentara Jepang

E.    Golongan tua masih ragu-ragu

 

4.      Latar belakang terjadinya Peristiwa Rengasdengklok adalah ....

A.    Pertentangan para pemuda dengan para pemimpin Jepang

B.    Pertentangan antara golongan muda dengan golongan tua tentang proklamasi kemerdekaan

C.    Pertentangan antara pihak Jepang dengan pihak Sekutu

D.    Para pemuda ingin memproklamasikan kemerdekaan Indonesia

E.    Para pemuda ingin memproklamasikan kemerdekaan di Rengasdengklok

 

5.      Arti penting dari terjadinya Peristiwa Rengasdengklok adalah…

A.    Baik golongan tua maupun golongan muda mempunyai kesepakatan bersama untuk melaksanakan proklamasi di Jakarta

B.    Adanya kesatuan pemikiran antara para pemuda

C.    Sikap keras pimpinan golongan tua

D.    Sudah tumbuhnya rasa nasionalisme

E.    Adanya pertentangan antara golongan tua dan muda


6.      Jaminan yang diberikan kepada para pemuda di Rengasdengklok sehingga mereka sepakat untuk membawa Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta adalah ....

A.    Proklamasi akan disusun dalam sidang PPKI

B.    Para pemuda akan diikutsertakan dalam pemerintahan

C.    Pemerintah akan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

D.    Proklamasi akan dilaksanakan selambat-lambatnya tangga 17 Agustus 1945

E.    Adanya paksaan dari golongan tua.

 

7.      Kalimat pertama pada teks proklamasi yang berbunyi, “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”, merupakan gagasan dari ....

A.    Ahmad Subardjo

B.    Moh. Hatta

C.    Radjiman Wedyoningrat

D.    Soekarno

E.    Laksamana Maeda

 

8.      Naskah proklamasi Kemerdekaan Indonesia dirumuskan oleh ....

A.    Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Subardjo

B.    Soekarno, Moh. Hatta, dan Radjiman Wedyoningrat

C.    Radjiman Wedyoningrat, Sukarni, dan Sudiro

D.    Soekarno, Ahmad Subardjo, dan Sukarni

E.    Moh. Hatta, Winaka, dan A. G. Pringgodigdo

 

9.      Berita kekalahan Jepang atas Sekutu dalam perang Dunia II, dimanfaatkan para pejuang kemerdekaan untuk…

A.    Mengusir Jepang dari bumi Indonesia dan menyatakan kemerdekaan

B.    Menyusun teks proklamasi dan menentukan saat proklamasi

C.    Meneruskan siap saja yang berhak mengikuti upacara kemerdekaan

D.      Mengesahkan undang-undang dasar

E.      Merencanakan masa depan bangsa

 

10.  Berikut ini yang tidak termasuk latar belakang penolakan Bung Karno dan Bung Hatta atas desakan pemuda untuk memproklamasikan Kemerdekaan secepatnya adalah…

A.    Menunggu dahulu pembahasan melalui sidang PPKI

B.    Bung Karno dan Bung Hatta sudah mempunyai rencana lain setelah mendapat panggilan dari Jendral Terauchi

C.    Cita-cita bangsa Indonesia harus disesuaikan cita-cita pemerintah Jepang

D.    Khawatir terjadinya pertumpahan darah dengan bala tentara Jepang

E.    Kemerdekaan Indonesia perlu dipersiapkan secara matang


H.     Daftar Pustaka

Hatta, Mohammad. 1970. Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Jakarta: Tinta Mas. Kahin, George McTurnan. 1980. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Terj.

Ismail bin Muhammad. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pengajaran Malaysia.

Malik, Adam. 1962. Riwayat Perjuangan Sekitar Proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945. Jakarta: Wijaya.

Notosusanto, Nugroho. 1985. Naskah Proklamasi Yang Otentik dan Rumusan Pancasila Yang Otentik. Jakarta: Balai Pustaka.

Onghokham.1989. Runtuhnya Hindia Belanda. Jakarta: Gramedia.

Poesponegoro, Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustka.

Raliby, Osman. 1953. Documenta Historica I. Jakarta: Bulan Bintang.

Utomo, Cahyo Budi. 1995. Dinamika pergerakan Kebangsaan Indonesia. Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press.

Yamin, Muham