Modul PPG - Karakteristik Peserta Didik
1.
Uraian Materi
a.
Pengertian Karakteristik Peserta Didik
Saudara
mahasiswa, tahukah Anda apa itu karakteristik peserta
didik? Karakteristik berasal
dari kata karakter
yang berarti ciri, tabiat, watak, dan kebiasaan yang dimiliki oleh seseorang
yang sifatnya relatif tetap. Karakteristik peserta
didik dapat diartikan keseluruhan pola kelakukan atau kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan
lingkungan, sehingga menentukan aktivitasnya dalam mencapai
cita-cita atau tujuannya. Informasi terkait
karakteristik peserta didik sangat diperlukan untuk kepentingan-kepentingan dalam perancangan
pembelajaran. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Ardhana dalam Asri Budiningsih (2017: 11)
karakteristik peserta didik adalah salah satu
variabel dalam desain
pembelajaran yang biasanya didefinisikan sebagai latar belakang pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik termasuk
aspek-aspek lain yang ada pada diri mereka seperti
kemampuan umum, ekspektasi terhadap pembelajaran dan ciri-ciri jasmani
serta emosional siswa
yang memberikan dampak
terhadap keefektifan belajar.
Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa pemahaman atas karakteristik peserta didik dimaksudkan untuk mengenali ciri-ciri
dari setiap peserta
didik yang nantinya akan menghasilkan berbagai data terkait siapa
peserta didik dan sebagai informasi
penting yang nantinya dijadikan pijakan dalam menentukan berbagai metode yang optimal guna mencapai keberhasilan kegiatan pembelajaran.
b.
Ragam Karakteristik Peserta Didik
Saudara mahasiswa, uraian yang akan
disajikan berikut ini memaparkan tentang pentingnya dan ragam/jenis karakteristik peserta didik. Suatu proses pembelajaran akan dapat berlangsung secara efektif atau tidak, sangat ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat pemahaman
pendidik tentang karakteristik yang dimiliki peserta
didiknya. Pemahaman karakteristik peserta didik sangat menentukan
hasil belajar yang akan dicapai, aktivitas yang perlu dilakukan, dan assesmen yang tepat bagi peserta didik.
Atas dasar ini sebenarnya karakteristik peserta
didik harus menjadi perhatian dan pijakan pendidik dalam melakukan seluruh
aktivitas pembelajaran. Karakteristik peserta didik meliputi:
etnik, kultural, status sosial,
minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya belajar,
motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial,
perkembangan moral dan spiritual, dan perkembangan motorik.
Silahkan cermati http://bit.ly/2PTwUnE
Agar Anda memperoleh gambaran yang jelas
tentang ragam karakteristik peserta didik tersebut, maka ikuti paparan berikut:
1. Etnik
Negara Indonesia merupakan negara yang luas wilayahnya
dan kaya akan etniknya. Namun berkat
perkembangan alat transpotasi yang semakin
modern, maka seolah tidak ada batas antar daerah/suku dan juga tidak ada kesulitan
menuju daerah lain untuk bersekolah, sehingga dalam sekolah
dan kelas tertentu terdapat
multi etnik/suku bangsa, seperti dalam satu kelas kadang terdiri dari peserta didik etnik Jawa, Sunda, Madura,
Minang, dan Bali, maupun etnik lainnya.
Implikasi dari etnik ini, pendidik
dalam melakukan proses
pembelajaran perlu memperhatikan jenis etnik apa saja yang terdapat dalam kelasnya. Data tentang keberagaman etnis di
kelasnya menjadi informasi
yang sangat berharga
bagi pendidik dalam menyelenggarakan proses pembelajaran. Seorang
pendidik yang menghadapi peserta didik hanya satu etnik di kelasnya, tentunya tidak sesulit yang multi etnik. Contoh Pak Ardi seorang pendidik di kelas 6 Sekolah Dasar yang peserta
didiknya terdiri dari etnik Jawa semua atau Sunda semua,
tentunya tidak sesulit
ketika menghadapi peserta
didik dalam satu kelas yang multi etnik.
Jika Pak Ardi melakukan proses
pembelajaran dengan peserta
didik yang multi etnik maka dalam melakukan interaksi dengan peserta didik di kelas tersebut perlu menggunakan bahasa
yang dapat dimengerti oleh semua peserta didiknya.
Kemudian ketika memberikan contoh-contoh untuk memperjelas tema yang sedang dibahasnya juga contoh yang dapat dimengerti dan dipahami oleh semuanya.
2. Kultural
Meskipun kita telah memiliki jargon
Sumpah Pemuda yang mengakui bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu bangsa
Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Namun
peserta didik kita sebagai anggota
suatu masyarakat memiliki
budaya tertentu dan sudah barang tentu menjadi
pendukung budaya tersebut.
Budaya yang ada di masyarakat
kita sangatlah beragam,
seperti kesenian,
kepercayaan, norma, kebiasaan, dan adat istiadat. Peserta didik yang kita hadapi mungkin berasal
dari berbagai daerah yang tentunya
memiliki budaya yang
berbeda-beda sehingga kelas yang kita hadapi kelas yang multikultural.
Implikasi dari aspek kultural dalam proses pembelajaran ini pendidik dapat
menerapkan pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural menurut Choirul (2016: 187) memiliki
ciri-ciri: 1) Tujuannya membentuk “manusia budaya”
dan menciptakan manusia
berbudaya (berperadaban). 2). Materinya
mangajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural).
3) metodenya demokratis, yang menghargai
aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya
bangsa dan kelompok etnis (multikulturalisme). 4). Evaluasinya ditentukan pada penilaian
terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi aspek persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya
lainnya.
Atas dasar definisi dan ciri-ciri pendidikan
multikultural tersebut di atas, maka pendidik dalam melakukan proses
pembelajaran harus mampu mensikapi keberagaman budaya yang ada di sekolahnya/kelasnya. Misalnya Pak Irwan seorang
pendidik disalah satu SMA ketika
menjelaskan materi pelajaran
dan dalam memberikan contoh-contoh perlu mempertimbangkan keberagaman budaya tersebut,
sehingga apa yang disampaikan
dapat diterima oleh semua peserta didik, atau tidak hanya berlaku
untuk budaya tertentu saja.
3. Status Sosial
Manusia
diciptakan Tuhan dengan diberi rizki seperti berupa
pekerjaan, kesehatan, kekayaan, kedudukan, dan penghasilan yang berbeda- beda. Kondisi
seperti ini juga melatar belakangi peserta
didik yang ada pada suatu kelas atau
sekolah kita. Peserta didik pada suatu kelas biasanya berasal dari status sosial-ekonomi yang berbeda-beda. Dilihat dari latar belakang pekerjaan orang
tua, di kelas kita terdapat
peserta didik yang orang tuanya
wira usahawan, pegawai
negeri, pedagang, petani,
dan juga mungkin
menjadi buruh. Dilihat dari sisi jabatan orang tua, ada
peserta didik yang orang tuanya
menjadi pejabat seperti presiden, menteri, gubernur, bupati, camat, kepala desa, kepala kantor atau
kepala perusahaan, dan Ketua RT. Disamping
itu ada peserta didik
yang berasal dari keluarga ekonomi
mampu, ada yang berasal dari
keluarga yang cukup mampu, dan ada juga peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Peserta didik dengan
bervariasi status ekonomi
dan sosialnya menyatu
untuk saling berinteraksi dan saling melakukan
proses pembelajaran. Perbedaan
ini hendaknya tidak menjadi penghambat dalam melakukan proses
pembelajaran. Namun tidak dapat dipungkiri kadang dijumpai status
sosial ekonomi ini menjadi penghambat peserta didik dalam belajar secara kelompok.
Implikasi dengan adanya variasi status-sosial ekonomi ini pendidik
dituntut untuk mampu bertindak adil dan tidak diskriminatif. Contohnya
dalam proses pembelajaran pendidik jangan sampai membeda- bedakan atau diskriminatif dalam
memberikan pelayanan kepada peserta didiknya,
dan juga dalam memberikan tugas-tugas yang sekiranya mampu diselesaikan oleh semua peserta
didik dengan latar belakang ekonomi
sosial yang sangat beragam.
4. Minat
Minat dapat diartikan suatu rasa lebih
suka, rasa ketertarikan pada suatu
hal atau aktivitas. Hurlock (1990:
114) menyatakan bahwa minat merupakan suatu sumber motivasi
yang mendorong seseorang
untuk melakukan kegiatan yang
dipilihnya. Apabila seseorang melihat
sesuatu yang memberikan manfaat, maka
dirinya akan memperoleh kepuasan dan akan berminat
pada hal tersebut.
Lebih lanjut Sardiman,
(2011: 76) menjelaskan bahwa minat sebagai
suatu kondisi yang terjadi apabila
seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan
keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh karena
itu apa yang dilihat seseorang
sudah tentu akan membangkitkan
minatnya sejauh apa yang dilihat
itu mempunyai hubungan
dengan kepentingan orang
tersebut.
Atas dasar hal tersebut sebenarnya minat seseorang khususnya minat belajar peserta didik memegang peran yang
sangat penting. Sehingga perlu untuk terus ditumbuh kembangkan sesuai dengan
minat yang dimiliki seorang peserta didik. Namun sebagaimana kita ketahui bahwa minat belajar peserta didik tidaklah sama, ada peserta didik yang memiliki minat belajarnya tinggi,
ada yang sedang, dan bahkan rendah.
Untuk mengetahui apakah peserta didik
memiliki minat belajar yang tinggi
atau tidak sebenarnya dapat dilihat dari indikator minat itu sendiri. Indikator
minat meliputi: perasaan
senang, ketertarikan peserta
didik, perhatian dalam
belajar, keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, manfaat dan fungsi mata pelajaran. Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas maka akan diuraikan dalam paparan berikut.
Perasaan
senang, seseorang peserta didik yang memiliki perasaan senang atau suka terhadap mata pelajaran tertentu
akan memperlihatkan tindakan yang
bersemangat terhadap hal tersebut. Contohnya, peserta didik yang gemar dengan
mata pelajaran Matematika, maka peserta didik
tersebut akan merasa bersemangat dan terus mempelajari ilmu yang berkaiatan dengan Matematika, tanpa ada perasaan
terpaksa dalam belajar. Ketertarikan peserta
didik, ini berkaitan
dengan daya gerak yang mendorong peserta didik untuk cenderung merasa tertarik pada orang, benda, kegiatan, dapat berupa pengalaman
yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri, Perhatian dalam belajar, perhatian
atau konsentrasi dapat diartikan
terpusatnya mental seseorang terhadap suatu objek. Peserta didik yang
memiliki minat terhadap objek tertentu, maka peserta didik tersebut dengan sendirinya peserta didik tersebut
memperhatikan objek tersebut. Contohnya peserta
didik yang memiliki
minat pada seni musik maka peserta didik tersebut akan memperhatikan ketika
terdengar bunyi musik, bahkan gemar
mendatangi konser-konser music. Peserta didik merasa lebih mudah dan bersemangat dalam belajar jika diiringi dengan
alunan music.
Keterlibatan belajar, keterlibatan atau partisipasi peserta
didik dalam belajar sangat penting, karena apabila peserta didik terlibat aktif dalam belajar maka hasilnya tentu akan baik.
Ketelibatan belajar akan muncul manakala tertarik
pada objek yang dipelajari yang kemudian merasa
senang dan tertarik untuk
melakukan kegiatan dari objek tersebut. Manfaat dan
fungsi mata pelajaran, jika manfaat dari apa yang dipelajari oleh
peserta didik dapat diketahui dan dipahami secara
jelas, maka akan menumbuhkan motivasi peserta didik. Manfaat dari mata
pelajaran tertentu sebenarnya tidak
hanya untuk sekarang tapi bisa manfaat untuk masa mendatang, atau manfaat
bukan hanya saat di sekolah
tetapi bisa manfaat ketika sudah bekerja atau dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, minat
belajar merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran, dan perlu untuk selalu ditingkatkan. Implikasinya dalam proses pembelajaran terutama menghadapi
tantangan abad 21, pendidik dapat
menerapkan berbagai model pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), menantang dan inovatif,
menyampaikan tujuan/manfaat mempelajari suatu tema/mata pelajaran, serta menggunakan beragam
media pembelajaran.
Contoh
aplikasi dalam pembelajaran, Pak Ardi seorang pendidik dari salah
satu sekolah A, hari itu sudah disepakti membahas tema H, Pada saat
melakukan proses pembelajaran, diawal pembelajaran terlebih
dahulu mengemukakan tema yang akan dipelajarinya, menyampaikan tujuan pembelajaran
yang diharapkan dimiliki, dan manfaat yang peserta didik peroleh setelah mempelajari tema H. Kemudian untuk melihat
kemampuan awal peserta didiknya
dilakukan pre tes/tes awal terlebih dahulu. Setelah tahap-tahap tersebut dilakukan kemudian Pak Ardi melakukan tahap
inti yaitu membahas tema H melalui media permainan ular tangga yang menjadi
kesukaannya peserta didik tentang materi H yang telah disiapkan (Belajar melalui media permainan Ular
Tangga). Suasana kelas tampak antusias, aktif, dan menyenangkan. Setelah
materi dipahami dan waktunya cukup maka Pak
Ardi mengakhiri pelajaran
dengan kegiatan penutup.
Berdasarkan ilustrasi tentang apa yang
dilakukan Pak Ardi tersebut, peserta
didik tumbuh minatnya untuk belajar. Dengan dimilikinya minat belajar yang tinggi oleh peserta didik maka hasil belajar tentunya akan menjadi
lebih baik.
5. Perkembangan Kognitif
Tingkat
perkembangan kognitif yang dimiliki peserta
didik akan mempengaruhi guru dalam memilih
dan menggunakan pendekatan pembelajaran, metode, media,
dan jenis evaluasi. Taman Kanak-kanak yang peserta didiknya
sekitar berumur 5-6 tahun, sudah tentu berbeda
pendekatan, metode, dan media
yang digunakan ketika menghadapi peserta didik.
Sekolah Dasar yang peserta didiknya berusia 7-11 tahun, dan peserta didik Sekolah Menengah Pertama yang
usianya berkisar 12-14 tahun dan juga peserta
didik Sekolah Menengah
Atas atau Sekolah
Menengah Kejuruan, yang umumnya berusia
15-17 tahun, karena dilihat dari perkembangan
intelektualnya jelas berbeda. Menurut Piaget perkembangan intelektual anak usia Taman Kanak-Kanak berada
pada taraf pra operasional konkrit
sedangkan peserta didik Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit, dan peserta didik
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas atau Sekolah
Menengah Kejuruan pada tahap operasional formal. Tahap-tahap
perkembangan intelektual peserta didik menurut
Piaget dalam Masganti (2012: 83)
secara lengkap dapat disajikan sebagai berikut:
0,0 - 2,0 tahun:
Tahap Sensorimotorik
2,0 – 7,0 tahun:
Tahap Preoperasional
7,0 – 11,0 tahun:
Tahap Operasional kongkret 11,0 – 15,0 tahun:
Tahap Operasional formal
Berdasarkan teori perkembangan dari Piaget tersebut,
selanjutnya dapat diketahui
tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual. Ruseffendi
dalam Dwi Siswoyo, dkk. (2013: 101) menyebutkan sebagai berikut: 1). Bahwa perkembangan intelektual
terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu
terjadi dengan urutan yang sama.
Maksudnya setiap manusia
akan mengalami urutan tersebut dan dengan urutan yang sama; 2). Bahwa tahap-tahap perkembangan didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotesis
dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya
tingkah laku intelektual. 3) Bahwa gerak
melalui melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration),
proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif
yang timbul (akomodasi). Uraian lebih lanjut tentang perkembangan koginitif dari Piaget
dapat Anda dicermati
pada kegiatan belajar
3 tentang Teori Belajar Kognitif.
6. Kemampuan/pengetahuan awal
Saudara
mahasiswa, tetap semangat
ya! Selanjutnya kita akan mengkaji
tentang kemampuan/pengetahuan awal peserta didik. Kemampuan
awal atau entry behavior menurut Ali
(1984: 54) merupakan keadaan pengetahuan dan keterampilan yang
harus dimiliki terlebih dahulu oleh
peserta didik sebelum mempelajari pengetahuan atau keterampilan baru. Pengetahuan dan keterampilan yang
harus dimiliki terlebih dahulu maksudnya
adalah pengetahuan atau keterampilan yang lebih rendah dari apa yang akan dipelajari. Contohnya Siswa
sebelum mempelajari tentang pembagian
maka siswa tersebut harus mengusai terlebih dahulu tentang konsep pengurangan. Kemampuan awal bagi peserta didik akan banyak membawa
pengaruh terhadap hasil belajar yang dicapainya. Oleh karena itu seorang pendidik
harus mengetahui kemampuan
awal peserta didiknya. Jika kemampuan awal peserta didik telah diketahui
oleh pendidik, maka pendidik
tersebut akan dapat menetapkan dari mana pembelajarannya akan dimulai. Kemampuan awal peserta
didik bersifat individual, artinya berbeda antara peserta didik satu dengan lainnya,
sehingga untuk mengetahuinya juga harus bersifat individual.
Cara untuk mengetahui kemampuan awal peserta
didik dapat dilakukan melalui teknik tes yaitu pre tes
atau tes awal dan teknik non tes seperti
wawancara. Melalui wawancara dan tes
awal maka kemampuan awal peserta
didik dapat diketahui. Kemampuan menjawab tes awal dapat dijadikan dasar untuk menetapkan materi pembelajaran. Sebagai contoh: Ardi seorang pendidik tingkat Sekolah Dasar, ketika akan
melaksanakan proses pembelajaran
topik tentang darah, diawali dengan melakukan tes awal/pre tes terlebih
dahulu. Setelah peserta
didik menjawab soal-soal
yang diberikan akan terlihat soal-soal mana yang bisa
dijawab dengan baik dan soal-soal
mana yang tidak dapat dijawab dengan baik. Misalnya saja soal yang membahas golongan darah dan fungsi
darah sudah dapat dijawab dengan
baik, namun peserta didik belum mampu menjawab soal-soal yang berkaitan dengan komponen-komponen darah,
proses peredaran darah, dan penyakit
yang mempengaruhi peredaran
darah. Atas dasar data ini maka Pak Ardi dalam melakukan pembelajarannya difokuskan pada komponen-
komponen darah, proses
peredaran darah, dan penyakit yang mempengaruhi peredaran darah, sedangkan golongan
darah dan fungsi darah tidak perlu dibahas detail lagi.
Di samping hal tersebut di atas untuk
mengetahui kemampuan awal peserta
didik dapat dilakukan melalui analisis instruksional/pembelajaran. Dalam melakukan analisis pembelajaran guru
harus menentukan hierarkhi kemampuan
yang akan dicapainya. Kemampuan yang lebih rendah itulah sebagai kemampuan awalnya (entry
behavior). Contohnya saat Pak Yudi akan
melakukan pembelajaran tentang topik darah, hierarkhi kemampuan yang akan dicapai peserta didik yaitu siswa dapat menjelaskan darah, golongan
darah, komponen darah, fungsi darah, dan penyakit
yang mempengaruhi peredaran
darah. Berdasarkan hierarkhi
kemampuan ini maka kemampuan menjelaskan pengertian darah akan menjadi kemampuan awal yang harus dimiliki ketika akan membahas
golongan darah, dan seterusnya.
7. Gaya belajar
Gaya belajar menurut Masganti (2012: 49)
didefinisikan sebagai cara yang cenderung
dipilih seseorang untuk menerima informasi
dari lingkungan dan memproses informasi
tersebut. DePorter dan Hemacki dalam
Masganti (2012; 49) gaya belajar
adalah kombinasi dari cara menyerap, mengatur dan mengolah informasi.
Dari dua pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa gaya belajar
adalah cara yang cenderung dipilih/digunakan oleh peserta didik dalam menerima,
mengatur, dan memproses
informasi atau pesan dari komunikator/pemberi informasi. Gaya belajar
peserta didik merupakan
hal yang penting
untuk diperhatikan dalam melakukan
proses pembelajaran karena dapat mempengaruhi proses dan hasil belajarnya. Gaya belajar
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu visual,
auditif, dan kinestetik. Hal ini juga diungkapkan oleh Connell (dalam
Yaumi: 2013: 125) yaitu visual
learners, auditory learners, dan kinesthetic
learners.
Pertama, peserta didik visual
yaitu peserta didik yang belajarnya akan mudah dan baik jika melalui visual/penglihatan. Atau dengan perkataan lain modalitas penglihatan menjadi modal utama bagi peserta
didik yang memiliki gaya belajar ini. Peserta didik
kelompok ini memiliki kesulitan jika pembelajaran dilakukan melalui presentasi verbal tanpa disertai
gambar-gambar atau simbol visual. Peserta
didik bergaya belajar visual memiliki
kekuatan visual, sehingga seorang
pendidik ketika melakukan proses
pembelajaran perlu menggunakan strategi pembelajaran dan media yang dapat mempermudah proses belajar
mereka. Misalnya guru ketika melakukan
proses pembelajaran dapat menggunakan media visual seperti: gambar, poster, diagram, handout, powerpoint, peta konsep, bagan, peta, film, video, multimedia, dan televisi. Di
samping itu peserta didik dapat diajak
untuk melakukan observasi/mengunjungi ke tempat-tempat seperti: museum dan tempat-tempat peninggalan
sejarah. Kegiatan lainnya dapat juga
mengajak peserta didik untuk membaca buku-buku yang berilustrasi visual,
menggunakan warna untuk menandai hal-hal
penting dari isi bacaan.
Kedua,
Peserta didik auditori, yaitu mereka yang mempelajari sesuatu
akan mudah dan sukses melalui
pendengaran. Alat dria pendengaran merupakan modal utama bagi peserta didik
bergaya belajar ini. Peserta didik yang bergaya
belajar auditori akan menyukai penyajian
materi pembelajarannya melalui
ceramah dan diskusi.
Mereka juga memiliki
kekuatan mendengar sangat baik, senang mendengar dan kemampuan lisan sangat
hebat, senang berceritera, mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan, mengenal banyak lagu
dan bahkan dapat menirukannya secara
cepat dan lengkap. Namun demikian peserta didik yang bertipe belajar
auditori mudah kehilangan konsentrasi ketika ada suara-suara ribut di sekitarnya, tidak suka pada tugas
membaca, dan mereka tidak suka pada jumlah
kelompok yang anggotanya terlalu besar. Oleh karena itu pendidik dalam melakukan proses pembelajaran selain melakukan presentasi/ceramah juga dapat: 1)
menggunakan media rekaman seperti kaset audio/CD
audio pembelajaran, 2) peserta didik diajak untuk berpartisipasi dalam diskusi, 3) upayakan suasana
belajar jauh dari kebisingan atau keributan, dan 3) dapat menggunakan musik untuk mengajarkan suatu topik/materi pelajaran tertentu.
Ketiga, Peserta didik dengan gaya
belajar kinestetik, adalah peserta didik yang melakukan aktivitas
belajarnya secara fisik dengan cara bergerak,
menyentuh/meraba, dan melakukan. Peserta didik tipe belajar melalui anggota tubuhnya atau menggunakan
fisik lebih banyak dari pada melihat dan mendengarkan, seperti
senang bergerak/berpindah ketika belajar,
mengoyang-goyangkan kaki, tangan, kepala, gemar/suka menulis dan mengerjakan sesuatu dengan tangannya,
banyak menggunakan bahasa non verbal/bahasa tubuh, suka menyentuh
sesuatu yang dijumpainya. Sebaliknya peserta didik yang bergaya belajar kinestetik sulit
berdiam diri dalam waktu lama, sulit
mempelajari sesuatu yang abstrak, seperti rumus- rumus, dan kurang mampu menulis dengan rapi. Oleh karena itu jika pendidik menghadapi peserta didik bergaya
belajar kinestetik maka dalam proses pembelajarannya 1) dapat menggunakan objek nyata untuk belajar
konsep baru, dan 2)
mengajak peserta didik untuk belajar mengeksplorasi lingkungan.
Menentukan peserta didik bergaya
belajar visual, auditori,
atau kinestetik memang
tidaklah mudah. Namun guru perlu mengetahui gaya belajar yang dimiliki peserta didiknya. Connel (dalam Yaumi
2013: 127) memberikan cara dengan
menggunakan angket Gaya Belajar Anak. Dalam
angket ini peserta didik diberikan sepuluh pertanyaan yaitu 1).
Bagaimana kebiasaan anda dalam
belajar sesuatu yang baru? 2). Apa yang biasa anda lakukan di dalam rumah pada waktu senggang? 3) Apa yang biasa
anda lakukan pada akhir pekan?, 4).
Bagaimana cara yang terbaik bagi anda dalam mengingat
nomor telepon, 5). Apa
yang anda perhatikan ketika menonton
film?, 6). Ketika anda membaca bukju ceritera apa yang paling diperhatikan? 7). Bagaimana anda menceriterakan kepada seseorang tentang
binatang yang luar biasa yang pernah anda lihat? 8). Saya baru memahami sesuatu itu bagus sekali setelah saya ….
9) salah satu kebiasaan saya untuk menghabiskan
waktu adalah …. 10). Ketika saya
bertemu dengan orang baru, saya biasa mengingat…..
Melalui
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diketahui kecenderungan gaya belajar yang
dimilikinya. Dengan diketahuinya gaya belajar yang dimiliki peserta
didik, maka akan berimplikasi terhadap
model pembelajaran, strategi,
metode, dan media pembelajaran yang akan digunakan. Contoh, Bu Santi sebagai guru
disuatu kelas memiliki peserta didik
30, dari jumlah tersebut diketahui ada 2 jenis gaya belajar yang dominan
dimiliki peserta didiknya yaitu 18 peserta didik yang bergaya belajar visual dan 12 peserta didik
bergaya belajar auditori. Bu Santi akan lebih
tepat jika dalam melakukan pembelajarannya tidak klasikal tetapi kelompok, yaitu kelompok peserta didik
yang dominan bergaya visual dan kelompok
peserta didik yang dominan bergaya belajar auditori. Kelompok belajar yang dominan bergaya
belajar visual pembelajarannya bisa dilakukan
misal melalui multimedia pembelajaran dan membaca
modul atau buku paket, sedangkan
yang dominan bergaya
belajar auditori
pembelajarnnya diputarkan CD audio pembelajaran, dan
mendiskusikan suatu topik secara verbal.
Perlu
diingat bahwa gaya belajar seseorsng
tidsk terkotsk-kotsk drcsrs
terpisah-pisah, namun gaya belajar sesorang
merupakan gabungan dari beberapa gaya belajar meskipun
terkadang ada salah satu yang lebih dominan. Saudara mahasiswa, agar Anda
lebih memahami terkait materi ragam gaya belajar silahkan
kunjungi link berikut
: http://bit.ly/34HmmMC
8. Motivasi
Motivasi telah banyak didefinisikan oleh
para ahli, diantaranya oleh Wlodkowski (dalam Suciati, 1994:41)
yaitu suatu kondisi
yang menyebabkan atau
menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence)
pada tingkah laku tersebut. Motivasi kadang timbul
dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi instrinsik dan kadang motivasi
itu muncul karena faktor dari luar dirinya
sendiri (motivasi ekstrinsik). Disamping itu motivasi
peserta didik dalam belajar kadang tinggi,
sedang, atau bahkan rendah.
Motivasi belajar yang tinggi dari peserta didik
akan tampak dari ketekunannya dalam belajar yang tidak mudah
patah untuk mencapai
keberhasilan meskipun
banyak rintangan yang dihadapinya. Motivasi
yang tinggi dari peserta didik dapat menggiatkan aktivitas belajarnya. Seseorang memiliki motivasi tinggi
atau tidak dalam
belajarnya dapat terlihat
dari tiga hal: 1) kualitas keterlibatannya, 2) perasaan dan keterlibatan afektif peserta didik, 3)
upaya peserta didik untuk senantiasa memelihara/menjaga motivasi
yang dimiliki.
Seorang pendidik pada abad 21 ini perlu
memahami motivasi belajar peserta
didiknya dan bahkan harus selalu dapat menjadi motivator peserta didiknya,
karena pada abad 21 ini banyak godaan di sekeliling peserta didik seperti game pada computer personal, dan game
online, dan film-film pada pesawat televisi
ataupun lewat media massa atau sosial lainnya.
Upaya yang dapat dilakukan pendidik
untuk memotivasi peserta
didik diantaranya: menginformasikan pentingnya/manfaat mempelajari suatu topik tertentu,
menginformasikan tujuan/kompetensi yang akan dicapai
dari proses pembelajaran yang dilakukannya, memberikan humor, menggunakan media
pembelajaran, dan juga memberi reward/hadiah/pujian. Misal Pak Fikri selaku pendidik Sekolah Dasar, meminta
kepada peserta didiknya untuk belajar
secara berkelompok mendiskusikan suatu topik. Setelah berdiskusi masing-masing kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya, misal kelompok
1 diminta melaporkan/mempresentasikan hasil diskusinya lebih dahulu. Setelah presentasi selesai guru
kemudian memberi pujian dengan mengatakan
bagus sekali presentasi kalian. Kemudian giliran kelompok berikutnya, setelah presentasi selesai Pak
Fikri kembali memuji peserta didiknya
dengan mengatakan hebat, kelompok kalian hebat. Dari tindakan guru seperti itu tentunya peserta
didiknya akan menjadi
lebih semangat atau termotivasi dalam belajarnya.
9. Perkembangan emosi
Emosi telah banyak didefinisikan oleh
para ahli, diantaranya Kartono dalam
Sugihartono (2013: 20) mendefinisikan emosi sebagai tergugahnya perasaan
yang disertai dengan
perubahan-perubahan dalam tubuh,
misalnya otot menegang, dan
jantung berdebar. Dengan emosi peserta didik dapat merasakan senang/gembira, aman, semangat, bahkan sebaliknya
peserta didik merasakan sedih, takut, dan sejenisnya.
Emosi sangat berperan dalam membantu
mempercepat atau justru memperlambat proses
pembelajaran. Emosi juga berperan dalam
membantu proses pembelajaran tersebut menyenangkan atau bermakna. Goleman,
(dalam Sugihartono, 2013:
21) menyatakan bahwa
tanpa keterlibatan emosi,
kegiatan saraf otak kurang mampu “merekatkan” pelajaran dalam ingatan. Suasana emosi yang positif atau
menyenangkan atau tidak menyenangkan membawa pengaruh
pada cara kerja struktur otak manusia dan akan berpengaruh pula pada proses dan hasil
belajar. Atas dasar hal ini pendidik dalam melakukan
proses pembelajaran perlu membawa suasana
emosi yang senang/gembira dan tidak memberi
rasa takut pada peserta didik. Untuk itu
bisa dilakukan dengan model pembelajaran yang menyenangkan
(enjoy
learning), belajar melalui permainan (misalnya belajar melalui
bermain monopoli pembelajaran, ular tangga pembelajaran, kartu kwartet pembelajaran) dan media sejenisnya.
10. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial menurut Hurlock,
(1998: 250) adalah kemampuan
anak untuk berinteraksi dengan
lingkungannya, bagaimana anak tersebut
memahami keadaan lingkungan dan mempengaruhinya dalam
berperilaku baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Dari pernyataan
ini dapat ditegaskan bahwa perkembangan sosial peserta didik merupakan
kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma dan tradisi yang berlaku pada
kelompok atau masyarakat, kemampuan
untuk saling berkomunikasi dan kerja sama. Perkembangan sosial peserta didik dapat diketahui/dilihat dari tingkatan
kemampuannya dalam berinteraksi dengan orang lain dan menjadi
masyarakat di lingkungannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan sosial yaitu keluarga,
kematangan, teman sebaya, sekolah, dan status sosial ekonomi. Agar diperoleh gambaran
yang lebih jelas kelima faktor tersebut
akan dipaparkan pada bagian berikut.
a.
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap aspek-aspek perkembangan anak termasuk
aspek perkembangan
sosialnya. Keluarga merupakan tempat yang baik bagi sosialisasi anak karena
sebagian besar waktu yang ada dihabiskan anak di dalam keluarga. Anggota
keluarga terutama orang
tua akan dijadikan model bagi anaknya. Oleh karena itu orang tua perlu menerapkan
pola asuh yang tepat kepada anaknya.
b.
Kematangan, untuk dapat bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga
mampu mempertimbangkan proses
sosial.
c.
Pengaruh teman sebaya, Teman sebaya
menjadi orang-orang penting dalam sosialisasi anak karena interaksi
mereka membuat anak mengerti mengenai hubungan sosial yang lebih dari pada hubungan
dengan anggota keluarganya. Biasanya pendapat teman sebaya sangat diperhatikan dan didengarnya. Melalui
teman sebaya anak dapat belajar
menyesuaikan diri dengan
tuntutan sosial, membantu
anak-anak mencapai
kemandiriannya, dan juga konsep diri anak. Oleh karena itu orang dewasa (guru dan orang tua) perlu mendampingi dan mengawasinya agar anak tidak terpengaruh oleh hal-hal yang negatif.
d.
Sekolah, merupakan lembaga yang
ikut mempengaruhi perkembangan sosial anak karena salah satu fungsi
dari lembaga ini adalah mengembangkan kemampuan anak untuk dapat hidup bermasyarakat.
e.
Status sosial ekonomi, kehidupan
sosial anak banyak dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi keluarganya, Status ekonomi keluarga tentunya akan mempengaruhi norma yang ditanamkan orang
tua kepada anaknya, seperti pola hidup sederhana
dan cara penampilan anak sehingga hal ini akan mempengaruhi
anak dalam memilih teman.
Faktor-faktor tersebut di atas perlu diperhatikan dan dipahami pendidik dalam menyelenggarakan proses
pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan pendidik
untuk mengembangkan sikap sosial peserta
didik menurut Masganti (2012:
124) antara lain a). melaksanakan pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif akan mengembangkan sikap kerjasama dan saling menghargai pada diri peserta
didik, menghargai kemampuan orang lain, dan bersabar
dengan sikap orang lain, b) Pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif akan mengembangkan sikap membantu
dan berbagi dalam pembelajaran.Siswa yang
pintar bersedia membantu temannya
yang belum memahami
materi pelajaran. Model pembelajaran
ini akan menumbuhkan sikap saling menyayangi. Menurut pendapat penulis,
disamping melalui dua model pembelajaran tersebut dapat juga
dilakukan melalui kegiatan
penugasan kepada peserta
didik untuk
melakukan wawancara kepada orang tokoh masyarakat. Melalui
kegiatan ini akan muncul kemampuan
untuk berinteraksi dengan orang yang lebih tua.
11. Perkembangan Moral dan Spiritual
Dalam kehidupan bermasyarakat termasuk
masyarakat di lingkungan sekolah pasti mengenal moralitas, bahkan moralitas ini dijadikan sumber/acuan untuk menilai suatu tindakan
atau perilaku karena moralitas memiliki
kriteria nilai (value) yang
berimplikasi pada takaran kualitatif, seperti: baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak
pantas, wajar-tidak wajar, layak-tidak
layak, dan sejenisnya. Moralitas dalam diri peserta didik dapat tingkat yang paling rendah menuju ke
tingkatan yang lebih tinggi seiring dengan kedewasaannya. Kohlberg (dalam Suyanto,
2006: 135), Sunardi
dan Imam Sujadi (2016: 7-8)
perkembangan moral anak/peserta didik dibagi
menjadi 3 tahapan,
yaitu 1) preconventional, 2) Conventional, 3) postconventional.
Tahap Preconventional (6 - 10 th), yang meliputi aspek
obedience and paunisment orientatation, orientasi anak/peserta didik masih pada konsekvensi fisik dari perbuatan
benar-salahnya yaitu hukuman
dan kepatuhan atau anak menilai
baik – buruk berdasarkan akibat
perbuatan; dan aspek naively
egoistic orientation; orientasi
anak/peserta didik pada instrumen
relatif. Perbuatan benar adalah perbuatan yang secara instrumen memuaskan keinginannya sendiri.
Kepedualiannya apakah mendatangkan keuntungan atau tidak atau anak menilai
baik-buruk bendasarkan kontrak/imbal. jasa. Pada tahap pra
konvensional peserta didik memiliki rasa takut akan akibat negatif dari
perbuatannya.
Tahap
Conventional, (10 – 17 th) yang meliputi aspek good boy orientation, orientasi
perbuatan yang baik adalah yang menyenangkan, membantu, atau disepakati oleh orang lain. Anak patuh pada karakter
tertentu yang dianggap alami, menjadi anak baik, saling berhubungan dan peduli terhadap orang lain atau orang menilai baik-buruk berdasarkan
persetujuan orang lain. Aspek authority and social order maintenance orientation; orientasi anak pada
aturan dan hukum. Hukum dan perintah penguasa
adalah mutlak dan final, penekanan pada kewajiban dan tugas terkait dengan perannya yang diterima di
masyarakat atau orang memilai baik-buruk berdasarkan ketertiban sosial. Dari uraian tersebut
dapat ditegaskan bahwa pada
tahap conventional peserta didik
memiliki perasaan rasa bersalah bila berbeda derbeda
dengan orang lain.
Tahap
post conventional (17 – 28 th), tahap pasca konvensional ini meliputi contractual legalistic orientation, orientasi orang pada legalitas kontrak
sosial. Orang mulai peduli pada hak individu,
dan yang baik adalah yang disepakati oleh mayoritas masyarakat. Orang menilai baik-buruk, benar-salah berdasarkan hukum yang berlaku.
Tahap selanjutnya yang merupakan tahap puncak dari tahap pasca konvensional yaitu tahap conscience
or principle orientation, pada tahap ini orientasi orang adalah pada prinsip-prinsip etika yang bersifat
universal. Baik-buruk harus disesuaikan
dengan tuntutan prinsip-prinsip etika intisari dari prinsip yang sifatnya universal atau orang menilai
baik-buruk berdasarkan hati nurani.
Ketiga tahap perkembangan moral tersebut
di atas, akan dialami oleh peserta
didik kita, meskipun tidak selalu bertambahnya usia peserta didik juga menyebakan berpindahnya tahap perkembangan moral yang lebih tinggi. Implikasi dari tahap perkembangan
moral dalam proses pendidikan antara
lain tahap ketiga yaitu post conventional khususnya aspek ke 6 sebaiknya menjadi tujuan yang kita lakukan.
Pendidik disamping perlu memahami
perkembangan moral peserta didiknya
juga perlu dan penting memahami perkembangan spiritualnya. Istilah spiritual pada beberapa tahun
terakhir sangat banyak dibicarakan orang manakala
dimunculkan istilah kecerdasan spiritual (spiritual
intelegence). Kecerdasan spiritual
ini bersifat individu
dan perlu dikembangkan khususnya dalam proses
pembelajaran. Kecerdasan spiritual menurut Zohar dan Marshal (dalam Mustafa-Alif) meliputi
kemampuan untuk menghayati nilai dan makna, memiliki kesadaran
diri, fleksibel dan
adaftif, cenderung memandang sesuatu holistik, dan
cenderung mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi
hidupnya.
Upaya yang dapat dilakukan pendidik
untuk mengembangkan sikap religius antara lain dengan:
1) Metode keteladanan, pendidik memberi contoh langsung/menjadi percontohan
kepada peserta didiknya, baik dalam berbicara,
berperilaku, maupun lainnya. Melalui percontohan/keteladanan akan lebih berkesan pada peserta didik
dibandingkan hanya dengan kata- kata.
2) Metode pembiasaan, metode ini berarti peserta didik diharapkan melakukan perulangan untuk hal-hal yang
sifatnya baik, seperti berdoa sebelum
melakukan kegiatan belajar, membaca buku, 3)
Metode nasehat, pendidik diharapkan memberikan nasihat tentang
kebenaran kepada peserta
didiknya secara konsisten. 4) Pembinaan akhlak,
pendidik diharapkan dapat
selalu membina akhlak
atau budi pekeri
yang mulia peserta
didiknya, seperti sikap
rendah hati, hormat pada orang yang lebih
tua dan sabar.
12. Perkembangan Motorik
Salah
satu faktor penting
dalam perkembangan individu
secara keseluruhan yang perlu dikenali
dan dipahami pendidik
adalah faktor perkembangan motorik peserta didiknya.
Perkembangan motorik menurut Hurlock diartikan perkembangan gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat
syaraf, urat syaraf,
dan otot yang terkordinasi. Perkembangan motorik merupakan
proses yang sejalan dengan bertambahnya usia secara bertahap dan berkesinambungan, dimana gerakan
individu meningkat dari keadaan sederhana, tidak terorganisir, dan tidak terampil,
kearah penguasaan keterampilan motorik yang kompleks dan terorganisir dengan baik.
Perkembangan motorik menurut Santrock
(2011: 242) dikelompokkkan menjadi motorik kasar dan
motorik halus. Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas akan dijelaskan sebagai berikut:
Motorik
kasar; gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang
dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.
Contoh perkembangan motorik
kasar anak
yaitu, anak pada usia 3 tahun gemar melakukan gerakan
seperti melompat, berlari ke depan
dan ke belakang. Usia 4 tahun anak masih melakukan gerakan sejenis namun mereka menjadi
lebih berani, seperti
berani melompat dari tempat tinggi atau bergelantung. Mereka juga berani memanjat
alat untuk memperlihatkan kemampuannya. Usia 5 tahun, anak mengembangkan jiwa petualang yang lebih besar lagi dibandingkan dengan ketika ia berusia 4 tahun, mampu berlari dengan kencang dan senang berlomba, seperti balapan lari dan balapan
sepeda, usia 6 tahun dapat menggunakan
palu. Pada usia 7 tahun tangan-tangan anak sudah lebih mantap, pada usia 10 atau 11 tahun anak dapat memanjat,
melompati tali, berenang, dan dapat memukul
bola tenis melewati
net. Keterampilan motorik kasar ini banyak melibatkan
aktivitas otot, biasanya anak laki-laki lebih unggul dibandingkan anak perempuan.
Motorik halus: gerakan yang menggunakan otot halus, atau sebagian anggota
tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Perkembangan motorik halus anak usia
3 tahun missal bermain puzzle
sederhana, tapi kadang tidak disangka dapat membangun menara tinggi dengan menggunakan balok. Pada usia
4 tahun koordinasi motorik halus sudah memperlihatkan kemajuan
yang bersifat substansial dan menjadi
lebih cermat. Pada usia 5 tahun,
koordinasi motorik halus anak telah
memperlihatkan kemajuan yang lebih jauh lagi. Tangan,
lengan, dan tubuh,
semuanya bergerak di bawah komando mata. Pada usia 6 tahun, anak dapat menempel, mengikat tali sepatu,
mengancingkan pakaian. Pada usia 7 tahun,
tangan anak sudah lebih matap. Di usia 7 tahun anak lebih suka menggunakan pensil dibanding menggunakan
krayon untuk menulis. Pada usia 8
sampai 10 tahun, tangan anak-anak
sudah dapat digunakan secara mandiri
dengan lebih tenang dan tepat, anak-anak sudah dapat menulis daripada sekedar mencetak kata-kata. Pada
usia 10 sampai 12 tahun anak- anak dapat melakukan gerakan-gerakan kompleks, rumit, dan cepat. Keterampilan motoric halus biasanya
perempuan lebih unggul disbanding anak laki-laki.
Kedua jenis keterampilan motorik
sebagaimana dijelaskan di atas, penting
untuk dikenali dan dipahami guru agar proses pembelajaran yang dilakukan
dapat mengembangkan potensi
dan memaksimalkan hasil
peserta didiknya. Disamping
itu dengan dikenali dan dipahaminya perkembangan motorik anak, pendidik
dan sekolah dapat menggunakan strategi
pembelajaran, metode yang tepat, dan dapat menyediakan, memanfaatkan alat, media,
dan sumber belajar yang memadai.
4.
Forum Diskusi
Diskusikan bersama teman Anda:
Bagaimana aplikasi dan implementasi ragam karakteristik
peserta didik dalam proses pendidikan
di sekolah Anda? Jabarkan karakteristik peserta didik yang ditemui kemudian bandingkan antar peserta
diskusi bagaimana implementasi dari karakteristik peserta didik dalam pembelajaran.
1.
Rangkuman
Agar materi yang telah dipelajari dapat
lebih dipahami, maka Anda dapat membaca rangkuman berikut:
Peserta didik dalam suatu kelas atau sekolah memiliki
karakteristik yang berbeda- beda. Perbedaan-perbedaan yang ada perlu dikelola secara baik. Namun jika perbedaan
tersebut tidak dikelola
secara baik, maka akan menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran. Karakteristik peserta didik banyak
ragam yaitu: etnik, kultural, status sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya belajar, motivasi,
perkembangan emosi, perkembangan sosial dan perkembangan moral dan spiritual, dan perkembangan motorik.
2.
Tes Formatif
Berilah tanda silang (X) pada huruf A, B, C, D, atau E yang
dianggap paling tepat!
1. Perkembangan kognitif
peserta didik Sekolah
Dasar berada pada taraf operasional kongkrit, sehingga mereka
merasa kurang memahami materi pelajaran yang disampaikan gurunya
secara verbal saja. Proses pembelajaran tersebut akan efektif
jika disertai dengan
menggunakan:
A.
Media gambar
B.
Media benda nyata
C.
Media grafis
D.
Media poster
E.
Media cetak
2. Pada
suatu proses pembelajaran yang kebetulan hari itu bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda,
guru sebelumnya telah menghimbau kepada peserta didik untuk mengenakan busana daerah masing-masing.
Tindakan guru tersebut memperhatikan karakteristik peserta didik,
terutama aspek:
A.
Status Sosial
B.
Moral
C.
Etnik
D.
Minat
E.
Motivasi
3. Pak
Adit seorang guru SMP X, ketika melakukan proses pembelajaran menghadapi peserta didik yang berasal dari berbagai latar belakang kondisi
keluarga, ada keluarga mampu, ada yang miskin, ada yang orang tuanya menjadi pejabat, ada yang sebagai buruh,
dan pegawai swasta. Namun Pak Adit memberikan perhatian dan pelayanan
yang sama kepada peserta didiknya. Hal ini sebenarnya Pak Adit memperhatiakan karakteristik peserta didik
terutama:
A.
Minat
B.
Motivasi
C.
Etnik
D.
Kultural
E.
Status social
4. Pak
Anton ketika akan melakukan kegiatan pembelajaran dengan topik Tata Surya melakukan pre tes terlebih
dahulu, dengan maksud ingin mengetahui pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki
peserta didiknya sebagai
patokan untuk memulai pembahasan topik tersebut. Hal ini berarti Pak Anton memperhatikan karakteristik peserta didik
dalam hal:
A. Kemampuan awalnya
B. Motivasi belajarnya
C.
Perkembangan sosialnya
D.
Perkembangan emosinya
E.
Perkembangan motoriknya
5. Guru A ketika melakukan
proses pembelajaran selalu
menggunakan media, kadang memutar video pembelajaran, kadang
memutar CD audio, kadang menggunakan
poster berwarna, agar peserta didiknya memperhatikan dan tertarik terhadap apa yang dibahasnya serta senang mengikuti
pelajarannya, sehingga
hasilnya sangat baik. Pembelajaran dilakukan demikian karena pertimbangan:
A. Etnik peserta
didik
B. Gaya belajar
peserta didik
C. Gender peserta
didik
D. Minat peserta
didik
E. Kultural peserta
didik
6. Pak
Aris merupakan guru kelas V SD ketika memberikan pembelajaran menyanyi/musik, memilih lagu-lagu dari asal daerah peserta didiknya.
Tindakan guru tersebut karena memperhatikan karakteristik peserta didik terutama:
A. Etnik
B. Minat
C. Gender
D. Status social
E. Kultural
7. Pada saat pembelajaran berlangsung guru mengingatkan peserta
didik yang kurang semangat
dan kurang aktif dalam belajar. Tindakan guru tersebut berarti memperhatikan
aspek:
A. Motivasi
B. Kultural
C. Sosial
D. Status sosial
E. Etnik
8. Perkembangan moral peserta didik/anak menurut Kohberg terdiri
dari beberapa tahap.
Tahap naively egoistic orientation, yaitu tahap dimana
anak menilai baik-buruk berdasarkan:
A.
Akibat perbuatan
B.
Persetujuan orang lain
C.
Kontrak/imbal jasa
D.
Ketertiban sosial
E.
Hati nurani
9. Peserta
didik dalam suatu kelas gaya belajarnya beragam ada yang visual, auditori, dan kinestetik. Namun kegiatan
pembelajaran selama ini masih banyak yang konvensional-klasikal. Agar dapat memenuhi
ketiga gaya belajar
tersebut, guru perlu:
A. Menggunakan metode
ceramah, diskusi, tanya jawab.
B. Menggunakan program
audio dan modul.
C.
Menggunakan media komik pembelajaran dan buku
paket.
D. Menggunakan media audio, video, dan percobaan.
E. Menggunakan modul dan powerpoint.
10. Pada suatu
proses pembelajaran di Taman Kanak-Kanak peserta didik akan dikembangkan
aspek motorik kasarnya, maka pendidik dapat menugaskan peserta didiknya untuk melakukan kegiatan:
A. Meronce membuat kalung
B. Menendang bola
C. Memasang puzzle
D. Mewarnai pola
E. Menjiplak huruf
Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci
Jawaban Tes Formatif KB 1 yang terdapat
pada bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban
yang benar. Selanjutnya, gunakan rumus berikut
untuk mengetahui tingkat
penguasaan Saudara terhadap
materi Kegiatan Belajar 2.
Arti tingkat
penguasaan : 90 – 100% = baik sekali
80 – 89%
= baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila Anda mencapai
tingkat penguasaan 80% atau lebih,
Bagus ! Saudara dapat meneruskan bagian selanjutnya. Jika masih di bawah 80%, tetap semangat, Saudara harus
mengulangi materi dalam Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang belum dikuasai.