Membangun Argumen Tentang Karakterisitik Insan Kamil
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kita bernaung dalam agama islam dan
kita memiliki Tuhan yang kita sebut Allah. Allah menciptakan kita, manusia
pastinya mempunyai tujuan. Tujuan kita diciptakan bukan hanya untuk menempati
bumi dan menikmati yang ada di dalamnya saja, tapi juga karena kita memiliki
peran penting dalam wujud penciptaan-Nya, yaitu peran sebagai hamba/sang
penyembah (QS. Al-Dzariyat:56) dan sebagai khalifah (QS. Al-Baqarah: 30),
seperti yang tertera dalam kitab suci Al-Qur’an. Dari tujuan Allah tersebut,
kita bisa mengetahui bahwa manusia yang menjadi hamba dan khalifah yang baik
akan membentuk manusia yang sempurna (Insan kamil) yang menjadi cerminan atau
manifestasi Tuhan yang utuh.
Setelah mengetahui apa hakikat dari manusia,
sangatlah penting bagi kita mengkaji kepada tingkatan manusia yang lebih tinggi
yaitu manusia sempurna insan kamil
(yang berfklaq al-karimah). Hal yang mendasari mengapa manusia mencari
pengetahuan tentang manusia sempurna adalah kebutuhan atau kecendrungan manusia
itu sendiri yang menginginkan terhadap kesempurnaan, agar pengetahuan tentang kesempurnaan
tersebut dapat direalisasikan ke dalam hidupnya, dan untuk lebih mendekatkan
diri kepada yang maha sempurna.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan karakteristik Insan Kamil?
2. Apa
saja ciri – ciri dari Insan Kamil ?
3. Bagaimana
cara membangun argumen karakteristik Insan Kamil?
4. Apa saja metode yang dapat dilakukan untuk dapat mencapai karakteristik Insan Kamil?
C.
Tujuan
1. Mahasiswa
mampu memahami karakteristik Insan Kamil.
2. Mahasiswa
mampu mengetahui ciri – ciri dari Insan Kamil.
3. Mahasiswa
mampu mengetahui cara membangun argumen karakteristik Insan Kamil.
4. Mahasiswa
mampu mengetahui metode yang dapat dilakukan untuk mencapai karakteristik Insan
Kamil.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Insan Kamil
Insan kamil berasal dari Bahasa
Arab, yaitu dari dua kata: Insan dan Kamil. Secara harfiah, Insan berarti
manusia, dan kamil berarti sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti
manusia yang sempurna. Menurut Dr. H.
Abuddin Nata, M.A. dalam bukunya Akhlak Tasawuf mengatakan bahwa kata insan
menunjukkan pada sesuatu yang secara khusus digunakan untuk arti manusia dari
segi sifatnya.
Dilihat dari sudut kata
insan yang berasal dari kata al-uns, anisa, nasiya dan anasa maka dapatlah
dikatakan bahwa kata insan menunjukkan pada suatu pengertian yang ada kaitannya
dengan sikap yang lahir dari adanya kesadaran penalaran. Selain itu sebagai
insan manusia pada dasarnya jinak, dapat menyesuaikan dengan realitas hidup an
lingkungan yang ada. Manusia mempunyai kemampuan adptasi yang cukup tinggi,
untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik
perubahan sosial maupun alamiah. Manusia menghargai tata aturan, etik, sopan
santun dan sebagai makhluk yang berbudi, ia tidak liar, baik secara sosial
maupun secara alamiah.
Dengan demikian, insan
kamil lebih ditujukan kepada manusia yang sempurna dari segi pengembangan
potensi intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat, fitrah dan
lainnya bersifat batin, dan bukan pada manusia dari dimensi basyariahnya.
Pembinaan kesempurnaan basyariah bukan menjadi bidang garapan tasawuf, tetapi
menjadi garapan fikih. Dengan perpaduan fikih dan tasawuf inilah insan kamil
akan lebih terbina lagi. Namun insan kamil lebih ditekankan pada manusia yang
sempurna dari segi insaniyanya, atau segi potensi intelektual, rohaniah dan
lainnya itu.
Insan kamil juga
berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga dapat
berfungsi secara optimal dan berubungan dengan Allah dan dengan makhluk lainnya
secara benar menurut akhlak islami. Manusia yang selamat rohaniah itulah yang
diharapkan dari manusia insan kamil. Manusia yang demikian inilah yang akan
selamat hidupnya di dunia dan akhirat. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT
QS As-Syuro: 88-89.
سَلِيمٍ بِقَلْبٍ الَّهَ
أَ أَتَى مَنْ نَإِلَّابَنُو وَلَا مَالٌ يَنْفَعُ لَا يَوْمَ
“Di hari harta dan anak-anak
laki-laki tidak berguna, kecuali orang - orang yang menghadap Allah dengan hati
yang bersih”
Ayat tersebut sejalan dengan sabda
Rasulullah yang menyatakan :
ان الله لا ينظر الي صوركم ولا الي اجسا مكم واموالكم ولكن ينظر الي قلوبكم
واعمالكم
“Sesungguhnya Allah SWT. tidak akan melihat pada
rupa, tubuh dan harta kamu, tetapi Allah melihat pada hati dan perbuatan
kamu.(HR. thabrani).”
B.
Ciri-Ciri Insan Kamil
Adapun beberapa ciri – ciri atau
kriteria Insan Kamil yang dapat kita lihat pada diri Rasulullah SAW yakni 4
sifat yakni
1.
Sifat Amanah
(Dapat Dipercaya)
Amanah / dapat dipercaya maksudnya ialah dapat memegang apa yang
dipercayakan seseorang kepadanya. Baik itu sesuatu yang berharga maupun sesuatu
yang kita anggap kurang berharga.
2.
Sifat Fathanah (Cerdas)
Seseorang yang memiliki kepintaran di dalam bidang fomal atau di sekolah
belum tentu dia dapat cerdas dalam menjalani kehidupannya.
Cerdas ialah sifat yang dapat membawa seseorang dalam bergaul, bermasyarakat
dan dalam menjalani kehidupannya untuk menuju yang lebih baik.
3.
Sifat Siddiq (Jujur)
Jujur adalah sebuah kata yang sangat sederhana sekali dan sering kita
jumpai, tapi sayangnya penerapannya sangat sulit sekali di dalam bermasyarakat.
Sifat jujur sering sekali kita temui di dalam kehidupan sehari – hari tapi
tidak ada sifat jujur yang murni maksudnya ialah, sifat jujur tersebut
mempunyai tujuan lain seperti mangharapkan sesuatu dari seseorang barulah kita
bisa bersikap jujur.
4.
Sifat Tabligh (menyampaikan)
Maksudnya tabligh disini ialah menyampaikan apa yang seharusnya di dengar
oleh orang lain dan berguna baginya.
Menurut Murthadho
Muttari manusia sempurna (Insan Kamil) yakni mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Jasmani
yang Sehat, Kuat dan Berketerampilan.
Orang islam perlu memiliki jasmani yang sehat serta kuat, terutama
berhubungan dengan penyiaran dan pembelaan serta penegakkan agama islam. Dalam
surah al-Anfal : 60, disebutkan agar orang islam mempersiapkan kekuatan dan
pasukan berkuda untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Jasmani yang sehat serta
kuat berkaitan pula dengan menguasai keterampilan yang diperlukan dalam mencari
rezeki untuk kehidupan.
2. Cerdas serta
Pandai
Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan
tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan banyak
memiliki informasi). Didalam surah az-Zumar : 9 disebutkan sama antara orang
yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya hanya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.
3. Rohani yang
Berkualitas Tinggi.
Kalbu yang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman
kepada Allah, atau kalbu yang taqwa kepada Allah. Kalbu yang iman itu ditandai
bila orangnya shalat, ia shalat dengan khusuk, bila mengingat Allah kulit dan
hatinya tenang bila disebut nama Allah bergetar hatinya bila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka sujud dan menangis. Untuk cara-cara
mencapainya ialah dengan: Istigfar kepada allah SWT, Ikhlas, Sabar, Cermat, Optimis,
Syukur
Untuk mengetahui ciri-ciri insan
kamil dapat ditelusuri pada berbagai pendapat yang dikemukakan para ulama yang
ke ilmuannya sudah diakui, termasuk di dalamnya aliran-aliran. Ciri-ciri
tersebut adalah sebagai berikut
1.
Berfungsi
Akalnya Secara Optimal
Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada pendapat kaum Muktazilah
Menurutnya manusia yang akalnya berfungsi secara optimal dapat mengetahui bahwa
segala perbuatan baik seperti adil, jujur, berakhlak sesuai dengan essensinya
dan merasa wajib melakukan semua itu walaupun tidak diperintahkan oleh wahyu.
Dan manusia yang demikianlah yang dapat mendekati tingkat insan kamil. Dengan
demikian insan kamil akalnya dapat mengenali perbuatan yang baik dan perbuatan
buruk karena hal itu telah terkandung pada essensi perbuatan tersebut.
2.
Berfungsi
Insan kamil dapat juga dicirikan dengan berfungsinya intuisi yang ada dalam
dirinya Intuisinya. Intuisi ini dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia
(rasional soul). Menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah
jiwa manusianya, maka orang itu hampir merupai malaikat dan mendekati
kesempurnaan.
3.
Mampu Menciptakan Budaya
Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berpikir. Sifat-sifat semacam
ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berpikirnya itu,
manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian
terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses – proses semacam ini
melahirkan peradaban.
4.
Menghiasi Diri dengan Sifat-sifat Ketuhanan
Manusia memiliki tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya kehendak
yang bebas. Manusia yang ideal itulah yang disebut insan kamil, yaitu manusia
yang dengan sifat-sifat rendah yang lain. Sebagai khalifah Allah dimuka bumi ia
melaksanakan amanat dengan melaksanakan perintah-Nya.
5.
Berakhlak Mulia
Sejalan dengan ciri keempat diatas, insan kamil juga adalah manusia yang
berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan pendapat Ali Syari’ati yang mengatakan
bahwa manusia yang sempurna memiliki tiga aspek, yakni aspek kebenaran, kebaikan,
dan keindahan,. Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika dan seni..
Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan dan kreativitas.
6.
Berjiwa Seimbang
Perlunya seimbang dalam kehidupan, ,
yaitu seimbang antara pemenuhan kebutuhan material dengan spiritual atau
ruhiyah. Ini berarti perlunya ditanamkan jiwa sufistik yang dibarengi dengan
pengamalan syariat Islam, terutama ibadah, zikir, tafakkur, muhasabbah, dan
seterusnya.
Uraian di
atas diyakini belum menjelaskan ciri – ciri insan kamil secara keseluruhan.
Tetapi ciri-ciri itu saja jika diamalkan secara konsisten dipastikan akan
mewujudkan insan kamil dimaksud. Seluruh ciri tersebut menunjukkan bahwa insan
kamil lebih menunjukkan pada manusia yang segenap potensi intelektual, intuisi,
rohani hati sanubari, ketuhanan, fitrah dan kejiwaannya berfungsi dengan baik.
Jika demikian halnya, maka upaya mewujudkan insan kamil perlu diarahkan melalui pembinaan intelektual, kepribadian,akhlak, ibadah, pengamalan tasawuf, bermasyarakat, dsb.
C.
Membangun Argumen Tentang
Karakteristik Insan Kamil
Menurut ibnu araby dua jenis
manusia yaitu jika manusia tidak menjadi insan kamil, maka manusia akan menjadi
monster bertubuh manusia. Untuk itu kita perlu mengenali tempat unsur untuk
mencapai derajat insan kamil, diantaranya : (1)
Jasad, (2) Hati nurani, (3) Roh,
dan (4) Sirr (rasa)
Yang akan membawa keselamatan manusia adalah batin, rohani, hati dan
perbuatan yang baik. Orang yang demikian itulah yang dapat disebut sebagai
insan kamil. Pada ayat lain di dalam Al-Qur’an banyak dijumpai bahwa yang kelak
akan dipanggil masuk surga adalah jiwa yang tenang (nafsu muthmainnah). Untuk
mencapai derajat insan kamil kita harus dapat menundukkan nafsu dan syahwat
hingga mencapai tangga nafsu muthama’inah.
Pada QS Al Fajr/89;27-30 yang artinya “hai jiwa yang tenang kembalilah
kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoinya. Maka masuklah kedalam
jamaah hamba-hambaku, masuklah kedalam surgaku”. Ayat di atas dengan jelas
menegaskan bahwa nafsu muthma’inah merupakan titik berangkat untuk kembali
kepada tuhan. Menurut imam ghazali ada 7 macam nafsu sebagai proses taraqqi
(menaik) yaitu :
1.
Nafsu Ammarah
Nafsu ini adalah nafsu yang paling mudah
menjerumuskan manusia kedalam panasnya api neraka. Orang yang memiliki nafsu
ini tentu tidak kenal dengan yang namanya akhirat
2.
Nafsu Lawwamah
Nafsu ini sudah tau antara perbuatan yang
dilarang dan amal kebajikan. Saat jatuh pada kejahatan dia masih merasa puas
namun di ketika lain ia menyesali perbuatannya itu. Dia Kadang ia berbuat baik
dan setelah itu akan kembali melakukan perbuatan dosa lagi.
3.
Nafsu Mulhimah
Orang yang berada pada tingkatan ini
apabila hendak melakukan amal kebajikan terasa berat. Namun dalam keadaan
bermujahadah dia berbuat kebaikan-kebaikan karena ia sudah mulai takut pada
kemurkaan Allah dan pedihnya api Neraka.
4.
Nafsu Muthma’inah
Orang yang berada dalam tingkatan ini
sentiasa dijauhkan dari rasa cemas dan gelisah atas segala ketetapan Allah SWT
dan selalu merasa sejuk hatinya, tenteram jiwanya, jika dia bisa melakukan
suatu amal kebajikan. Hatinya senantiasa rindu pada Allah SWT.
5.
Nafsu Radhiyah
Sifat dari nafsu ini adalah dia selalu
menganggap yang makruh itu haram, dan yang sunat ia anggap itu kewajiban. Jika
ia tidak melaksanakan apa yang disunatkan, ia merasa berdosa. Baginya takdir
baik atau buruk adalah sama saja. mereka tidak peduli dengan urusan yang berbau
dunia. Karena hati mereka hanya pada Allah dan redha atas segala ketentuan yang
Allah berikan kepadanya.
6.
Nafsu Mardiyyah
Tingakatan ini lebih tinggi dari tingkatan nafsu radhiah. Yang
istimewa pada tingkatan ini adalah Bukan hanya orang pada tingkatan nafsu ini
yang sangat mencintai Allah SWT, tapi Allah SWT juga sangat mencintainya. Dia
buat Allah SWT cinta padanya dengan melaksanakan apa yang di sunatkan dan tidak
melaksanakan sebuah dosa walaupun sekecil jarum di lautan. Sesuai dengan Hadist
Qudsi : "Senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaku dengan mengerjakan
ibadah-ibadah sunnah sehingga Aku cinta padanya. Maka apabila Aku telah
mencintainya, jadilah Aku pendengarannya yang dengannya ia mendengar,
penglihatannya yang dengannya ia melihat, perkataannya yang dengannya ia
berkata, jadilah Aku tangannya yang dengannya ia berbuat, jadilah Aku kakinya
yang dengannya ia melangkah, dan akalnya yang dengannya ia berpikir".
7.
Nafsu Kamilah
Tingakatan yang ketujuh ini adalah tingkatan
para Nabi dan Rasul, manusia yang suci dan sempurna. Yang terpelihara dari
perbuatan tercela dan Allah selalu mengawasi dan membimbingnya. Untuk meraih
nafsu dari peringkat yang paling bawah hingga peringkat diatasnya diperlukankan
untuk Mujahadah hingga Allah SWT yakin akan usahanya. Untuk itu marilah kita
tak terkecuali saya sendiri berlumba-lumba untuk meningkatkan peringkat nafsu
kita hingga ke tingkat yang lebih tinggi agar kita semua ditempatkan oleh Allah
SWT di taman surganya yang tak dapat dilukis oleh panca indera kita kerana
keindahannya
D. Metode Mencapai Insan Kamil
Berikut ini adalah beberapa metode untuk dapat memiliki karakteristik Insan
Kamil.
1.
Memulai sholat jika tuhan yang akan disembah itu sudah
dapat dihadirkan dalam hati, sehingga ia menyembah tuhan yang benar-benar
tuhan.
2.
Berniat sholat karna Allah.
3.
Selalu menjalankan sholat dan keadaan hatinya hanya
mengingat allah.
4.
Shollat yang telah didirikannya itu dapat mencegah
perbuatan keji dan mungkar.
Adapun proses atau tahapan
pembentukan insan kamil dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain:
1. Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai
Individu
Proses
pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dapat dilakukan melalui tiga
macam pendidikan.
a.
Pranata Education (Tarbiyah Golb Al-Wiladah)
Proses
pendidikan jenis ini dilakukan secara tidak langsung. Proses ini dimula disaat
pemilihan calon suami atau istri dari kalangan yang baik dan berakhlak. Sabda
Rasulullah SAW : “ Pilihlah tempat yang sesuai untuk benih (mani) mu karena
keturunan. Kemudian dilanjutkan dengan sikap prilaku orang tua yang islam”.
b.
Education by Another (Tarbiyah Ma’aghoirih).
Proses
pendidikan ini dilakukan secara langsung oleh orang lain (orang tua di rumah
tangga, guru di sekolah dan pemimpin di dalam masyarakat dan para ulama).
Manusia sewaktu dilahirkan tidak mengetahui sesuatu tentang apa yang ada dalam
dirinya dan diluar dirinya. Firman Allah SWT
yang artinya
: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidaklah kamu mengetahui
apapun dan Ia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati ” (
Q.S. An-Nahl : 78 )
c. Self
Education (Tarbiyah Al-Nafs)
Proses ini dilaksanakan melalui
kegiatan pribadi tanpa bantuan orang lain seperti membaca buku-buku, majalah,
Koran dan sebagainya melalui penelitian untuk menemukan hakikat segala sesuatu
tanpa bantuan orang lain. Menurut Muzayyin, Self Education timbul karena
dorongan dari naluri kemanusiaan yang ingin mengetahui. Ia merupakan
kecenderungan anugrah Tuhan. Dalam ajaran islam yang menyebabkan dorongan
tersebut adalah hidayah. Firman Allah SWT yang artinya : “Tuhan kami adalah
(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap makhluk bentuk kejadiannya
kemudian memberinya petunjuk” (QS. Thoha:50)
2. Pembentukan
Kepribadian Muslim sebagai Ummah.
Komunitas muslim ini disebut ummah.
Abdullah al-Darraz membagi kajian pembentukan itu menjadi dua tahap,
sebagaimana dikutip sebagai berikut :
a.
Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga
Bentuk penerapannya adalah dengan
cara melaksanakan pendidikan akhlak di lingkungan rumah tangga, langkah-langkah
yang di tempuh adalah:
1)
Memberikan bimbingan berbuat baik kepada kedua orang
tua
2)
Memelihara anak dengan kasih saying
3)
Memberikan tuntunan akhlak kepada anggota keluarga
4)
Membiasakan untuk menghargai peraturan dalam rumah
tangga
5)
Membiasakan untuk memenuhi hak dan kewajiban antara
kerabat
b. Pembentukan nilai-nilai islam dalam hubunga
social
Kegiatan pembentukan hubungan sosial
mencangkup sebagai berikut:
1) Melatih diri
untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela
2) Mempererat
hubungan kerjasama
3)
Menggalakkan perbuatan terpuji dan memberi manfaat
dalam kehidupan bermasyarakat seperti memaafkan, dan menepati janji
4)
Membina hubungan menurut tata tertib seperti berlaku
sopan, meminta izin masuk rumah orang lain.
5)
Perbuatan nilai-nilai islam dalam berkehidupan sosial
bertujuan untuk menjaga dan memelihara keharmonisan hubungan antar sesama
anggota masyarakat.
E.
Penerapan Insan Kamil
dalam Kehidupan Sehari – Hari
Insan kamil dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari – hari, namun
tentunya kita lihat ciri – ciri dan cara – cara mencapainya. Maka banyak orang
– orang terpilihlah yang mungkin mampu memiliki sifat – sifat seperti yang
tersebut di atas. Yaitu orang – orang dengan kualitas keimanan dan ketakwaan
yang tidak sekedar biasa, orang – orang yang dapat bertahan di dalam kesucian
hati, pikiran dan perbuatan di tengah besarnya godaan syaitan pada zaman
sekarang ini.
Penerapan insan kamil dalam
kehidupan sehari – hari bukanlah perkara mudah, karena dari segi arti saja
insan kamil yaitu manusia yang sempurna. Sedangkan manusia sendiri, seperti
yang telah kita ketahui tak ada yang terlahir dengan sempurna. Manusia adalah
tempat segala kesalahan dan kekhilafan berasal.Namun kesempurnaan yang
dimaksudkan di sini bukanlah kesempurnaan dalam arti tak pernah melakukan
kesalahan sama sekali. Tak ada manusia yang tak pernah melakukan kesalahan, itu
kodrat. Karena itulah telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu cara untuk
mencapai insan kamil adalah dengan bertaubat dengan syarat – syaratnya dan
bertaubat hanya dilakukan oleh orang yang merasa melakukan kesalahan.
Meskipun begitu, seseorang yang
ingin mencapai tingkatan insan kamil harus tetap menjaga segala tingkah
lakunya, agar jangan sampai keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya. Disamping
itu, seorang insan kamil juga harus menjaga diri dari kesalahan – kesalahan
yang mungkin dianggap kecil dalam kehidupan sehari – hari, seperti tergesa –
gesa dan tidak cermat. Hal seperti ini mungkin Sudah menjadi bagian hidup kita
sebagai manusia biasa, namun sebagai insan kamil sekecil apapun itu tetaplah
harus dihindarkan agar tercapai kesempurnaan yang diharapkan.
Melahirkan insan yang kamil
bukanlah semudah memberi pendidikan secara formal dari kecil sehingga dewasa.
Tanggung jawab dari dalam diri insan itu sendiri. Kesadaran ini bukan saja
merangkumi aspek kecintaan terhadap negara, bangsa dan agama malah menyeluruh
meliputi keinsafan dan kesedaran tentang tanggungjawab setiap manusia sesama
manusia dan kepada Penciptanya. Oleh hal yang demikian itu, pembelajaran dan
pendidikan sepanjang hayat harus terwujud dalam setiap diri manusia. Di zaman
sekarang ini sangat sulit bagi kita untuk dapat meihat atau menemukan seseorang
yang menerapkan insan kamil di dalam kehidupannya, seperti yang kita tahu insan
kamil merupakan perwujudan dari sifat – sifat dan perbuatan nabi Muhammad SAW
yang sangat sempurna yang tidak semua orang dapat melakukannya.
Setelah kita melihat bagaimana
tinggi dan agungnya pribadi Rasulullah Saw dari sisi rohaninya, lantas apakah
hati kita tidak tergerak untuk menyatakan kekaguman dan keterpesonaan terhadap
beliau, dengan memuji dan menyanjungnya?
Sungguh telah banyak orang yang
terpesona dengan keindahan akhlak beliau dan berdecak kagum dengan kepribadian
beliau sepanjang sejarah umat manusia. Kekaguman itu mereka ungkapkan ke dalam
puisi-puisi, pembacaan-pembacaan maulud dan manaqib Rasulullah Saw.
Merekalah yang benar-benar
memahami arti sebuah kebesaran dan keindahan. Entahlah kita, apakah termasuk
dari orang yang enggan karena malu, atau karena hati yang keras, sehingga tidak
mengenal arti keindahan dan kebesaran pribadi beliau, serta menganggap bahwa
memuji dan menyanjung beliau sebagai pengkultusan individu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Insan kamil berasal dari Bahasa
Arab, yaitu dari dua kata: Insan dan Kamil. Secara harfiah, Insan berarti
manusia, dan kamil berarti sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti
manusia yang sempurna. Menurut Dr. H.
Abuddin Nata, M.A. dalam bukunya Akhlak Tasawuf mengatakan bahwa kata insan
menunjukkan pada sesuatu yang secara khusus digunakan untuk arti manusia dari
segi sifatnya.
Adapun beberapa ciri – ciri atau
kriteria Insan Kamil yang dapat kita lihat pada diri Rasulullah SAW yakni 4
sifat yakni:
1. Sifat Amanah (Dapat Dipercaya)
2. Sifat
Fathanah (Cerdas)
3. Sifat Siddiq
(Jujur)
4. Sifat
Tabligh (menyampaikan)
Untuk mencapai derajat insan kamil kita harus dapat menundukkan nafsu dan
syahwat hingga mencapai tangga nafsu muthama’inah.
Hal ini
dapat dilihat pada QS Al Fajr/89;27-30. Yang artinya hai jiwa yang tenang
kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoinya. Maka masuklah
kedalam jamaah hamba-hambaku, masuklah kedalam surgaku.
Beberapa metode untuk dapat memiliki karakteristik Insan Kamil.
1. Memulai
sholat jika tuhan yang akan disembah itu sudah dapat dihadirkan dalam hati,
sehingga ia menyembah tuhan yang benar-benar tuhan.
2. Berniat
sholat karna Allah.
3. Selalu menjalankan
sholat dan keadaan hatinya hanya mengingat allah.
4. Shollat yang
telah didirikannya itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar
Proses
atau tahapan pembentukan insan kamil dibedakan menjadi beberapa bagian antara
lain proses pembentukan kepribadian, pembentukan kepribadian muslim
sebagai ummah.
B.
Kritik dan Saran
Atas beberapa
penjelasan diatas, kami sebagai penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
makalah kami. Oleh karena itu, kami sebagai penulis ,kritik dan saran yang
membangun senantiasa penulis nantikan demi peningkatan kualitas di masa
mendatang. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri dan bagi pembacanya.
Kita sebagai umat islam
sebaiknya dapat memperbaiki diri dengan
cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
belajar dari manusia sempurna atau yang disebut dengan insan kamil.